Aksi unjuk rasa memprotes penetapan empat pulau yang masuk wilayah administratif Sumatera Utara di depan Kantor Gubernur Aceh, Senin (16/6/2025) siang. (foto: ig nasir_buloh)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
JAKARTA– Desakan agar bendera daerah Aceh segera disahkan kembali bergema.
Kali ini, suara tegas datang dari berbagai elemen masyarakat hingga pejabat tinggi Aceh, menyusul sengketa empat pulau yang akhirnya diputuskan sebagai bagian dari wilayah Serambi Mekkah.
Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar, menyatakan bahwa masyarakat Aceh masih menyimpan harapan besar kepada pemerintah pusat agar bendera bergambar bulan dan bintang berlatar merah itu diakui secara resmi.
"Ya, bagi orang-orang Aceh itu diharapkan bahwa bendera itu disahkan. Kami menunggu saja," kata Malik Mahmud saat ditemui di Jakarta, Selasa (17/6) malam.
Bendera tersebut sebenarnya telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013, namun hingga kini belum diizinkan berkibar oleh pemerintah pusat.
Penolakan terutama datang dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menilai bentuk dan simbol bendera mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia, Ni'matul Huda, menilai tidak ada larangan daerah memiliki bendera identitasnya sendiri selama tidak dimaksudkan menggantikan Merah Putih sebagai bendera kebangsaan.
Dalam Pasal 35 UUD 1945 disebutkan bahwa "Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih."
Ketentuan lebih lanjut juga tercantum dalam UU Nomor 24 Tahun 2009, yang membolehkan penggunaan bendera daerah untuk keperluan adat atau seremonial, selama tidak diposisikan sejajar atau lebih tinggi dari bendera negara.
"Tidak ada aturan yang melarang daerah memiliki bendera. Buktinya, dalam perayaan hari ulang tahun daerah, banyak yang mengarak atribut dan bendera lambang daerah," jelas Ni'matul, Kamis (19/6).
Sementara itu, Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) menegaskan bahwa pengesahan bendera Aceh merupakan bagian dari nota kesepahaman (MoU) Helsinki yang ditandatangani antara Pemerintah Republik Indonesia dan GAM pada 15 Agustus 2005.
"Dalam proses, Insya Allah secepat mungkin," ucap Mualem saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, menanggapi pertanyaan wartawan soal kelanjutan pengesahan bendera Aceh.
Sebelumnya, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga pernah mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua sebagai simbol budaya, dengan syarat tetap berdampingan dengan Merah Putih.
Kendati secara hukum tidak dilarang, sensitivitas terhadap simbol-simbol yang menyerupai identitas separatis masih menjadi perhatian pemerintah pusat.
Hal inilah yang menjadi titik tarik ulur pengesahan bendera Aceh, yang hingga kini belum menemukan titik terang.
Namun, masyarakat Aceh menilai bendera Bulan Bintang bukan lagi lambang perlawanan, melainkan simbol budaya dan identitas sejarah yang harus diakui negara sebagaimana wilayah-wilayah lain yang juga memiliki simbol kulturalnya sendiri.*