SLEMAN -Beredar kabar di media sosial yang menyebutkan bahwa jalur pendakian Gunung Merapi ditutup secara permanen.
Namun, informasi tersebut dibantah langsung oleh Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) selaku pengelola kawasan.
Kepala Balai TNGM, M. Wahyudi, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan pernyataan resmi mengenai penutupan permanen pendakian di Gunung Merapi.
"Saya tanya ke beberapa staf saya dan dipastikan bahwa Balai TNGM belum pernah mengeluarkan pernyataan tersebut (tutup permanen)," kata Wahyudi, Sabtu (12/4).
Sejak 2018, pendakian Gunung Merapi memang ditutup untuk umum, namun belum ditetapkan batas waktu pembukaannya kembali.
Penutupan ini berdasarkan rekomendasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) karena status gunung yang masih berada pada Level III (Siaga).
Aktivitas vulkanik Merapi saat ini masih menunjukkan potensi bahaya berupa guguran lava dan awan panas di beberapa sektor, seperti:
Sungai Boyong (hingga 5 km)
Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng (hingga 7 km)
Sungai Woro (3 km)
Sungai Gendol (5 km)
Lontaran material vulkanik bisa mencapai radius 3 km dari puncak
Dengan risiko tersebut, penutupan jalur pendakian yang berada dalam radius 3 km dari puncak dianggap wajar.
Ruky Umaya, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II (Boyolali-Klaten), menegaskan bahwa pernyataan resmi sudah dirilis. Tidak ada kalimat "penutupan permanen", hanya sosialisasi larangan pendakian dan pemasangan papan larangan di jalur Selo dan Sapuangin.
"Untuk statement resmi dari Balai TNGM sesuai pers rilis. (Buka atau tutup) semua didasari rekomendasi BPPTKG," jelas Ruky.
Terkait viralnya pendaki ilegal yang nekat mendaki saat status siaga, Balai TNGM mengaku telah mengantongi data para pelaku. Proses pemanggilan dan penindakan sedang berjalan.
"Data beberapa pelaku sudah di kami, dan proses pemanggilan kepada yang bersangkutan sudah mulai dilakukan," ujar Ruky.*