JAKARTA — Air hujan yang turun di wilayah Jakarta kini tak lagi sekadar air murni dari langit.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, mengungkapkan bahwa air hujan di ibu kota telah tercemar mikroplastik.
Temuan ini pertama kali terdeteksi sejak tahun 2022 dan terus menjadi perhatian serius para ilmuwan.
Menurut Reza, sumber mikroplastik yang terbawa dalam hujan berasal dari berbagai aktivitas manusia, seperti serat sintetis dari pakaian, debu dari kendaraan dan ban, pembakaran sampah plastik, hingga degradasi plastik di ruang terbuka.
"Temuan ini menjadi catatan penting bahwa siklus plastik kini telah mencapai atmosfer. Mikroplastik tidak hanya mencemari laut dan tanah, tetapi juga sudah masuk ke dalam siklus air," ujar Reza, Minggu (19/10/2025).
Fenomena "hujan plastik" ini bukan sekadar isu lingkungan, melainkan sudah menyentuh aspek kesehatan masyarakat.
Ahli Kesehatan Lingkungan, dr Dicky Budiman, menegaskan bahwa mikroplastik kini telah teridentifikasi di organ vital manusia, seperti paru-paru dan darah.
"Penelitian membuktikan bahwa mikroplastik dapat menjadi vektor bagi berbagai penyakit, layaknya polutan lainnya. Ia memperburuk kondisi tubuh, terutama bagi penderita penyakit kronis," jelas dr Dicky.
Ia menambahkan bahwa air hujan yang seharusnya menjadi bagian dari siklus alami kini menjadi sinyal darurat bagi dunia.
"Mikroplastik dalam hujan adalah bukti pencemaran yang sudah sangat meluas. Ini alarm besar bagi kita semua," tegasnya.
Fenomena serupa ternyata juga ditemukan di berbagai belahan dunia. Menurut dr Dicky, sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, China, hingga kawasan pegunungan di Eropa dan Australia, telah melaporkan temuan mikroplastik dalam air hujan.
"Plastik kini sudah menjadi bagian dari siklus global, layaknya karbon dan air. Mikroplastik terbawa ke atmosfer dan jatuh kembali ke bumi melalui hujan, bahkan di tempat-tempat yang jauh dari aktivitas manusia," katanya.