Di publik, sorotan tajam tak terbendung. Anggia dinilai bukan peserta biasa—melainkan kandidat yang "sudah dipersiapkan".
Isu soal dukungan salah satu partai politik mencuat dan menambah panjang daftar kecurigaan.
Masalah semakin memanas karena Anggia masih menjabat sebagai Ketua KPID Sumut.
Keikutsertaannya dalam seleksi BUMD berpengaruh dinilai GEBRAK sebagai langkah yang mengabaikan etika jabatan.
"Ini soal integritas. Pejabat aktif mengejar jabatan baru tanpa sikap transparan? Itu problem serius. Publik pantas mempertanyakan komitmennya," tegas Koordinator GEBRAK, Saharuddin.
GEBRAK menilai argumentasinya jelas: aturan tata kelola BUMD saja menganggap direksi mundur jika ikut seleksi jabatan lain.
"Masa pejabat KPID tidak punya standar etika yang sama, bahkan lebih tinggi?" kata Saharuddin.
Tak berhenti di situ, GEBRAK mendesak DPRD Sumut turun tangan.
Komisi terkait diminta segera membentuk tim pemeriksa untuk menguliti dugaan pelanggaran etik sekaligus memastikan apakah ada intervensi politik yang bermain dalam proses seleksi.
UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran memperkuat desakan tersebut.
KPI Daerah berada di bawah pengawasan DPRD Provinsi, sehingga DPRD Sumut dianggap wajib memanggil Anggia untuk memberikan klarifikasi terbuka.
"Ini bukan sekadar gonjang-ganjing. Publik ingin proses yang bersih, bukan panggung transaksi politik atau balas jasa kekuasaan," ujar Saharuddin.
Kini, sorotan publik tertuju pada DPRD Sumut dan panitia seleksi.
Tekanan menguat: buka proses seleksi setransparan mungkin, atau bersiap menghadapi kecurigaan bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan.*