BREAKING NEWS
Senin, 06 Oktober 2025

Menyusuri Jejak Kebocoran Data Pribadi di Era Jokowi: Catatan Insiden di Instansi Pemerintah

BITVonline.com - Sabtu, 21 September 2024 07:55 WIB
Menyusuri Jejak Kebocoran Data Pribadi di Era Jokowi: Catatan Insiden di Instansi Pemerintah
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA -Sebanyak 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dilaporkan bocor dan diduga diperjualbelikan di pasar gelap dengan harga sekitar Rp 150 juta. Informasi mengejutkan ini pertama kali disampaikan oleh akun Bjorka, yang dikenal sebagai peretas, melalui unggahan di media sosial pada 18 September 2024. Data yang bocor mencakup berbagai informasi pribadi seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), NPWP, alamat, nomor telepon seluler, dan alamat email.

Dugaan kebocoran ini mencuat setelah pendiri Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto, mempublikasikan tangkapan layar dari situs web Breach Forums, yang mengklaim telah diretasnya data 6 juta wajib pajak, termasuk di dalamnya data milik Presiden Joko Widodo, anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.

Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan tidak menemukan indikasi kebocoran data dari sistem informasi mereka. “Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, data log akses dalam enam tahun terakhir menunjukkan tidak ada indikasi yang mengarah pada kebocoran data langsung dari sistem informasi DJP,” jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti, dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat lalu.

Dwi menambahkan bahwa struktur data yang tersebar bukanlah bagian dari pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai sumber kebocoran yang sebenarnya dan apakah data tersebut berasal dari instansi pemerintah lainnya.

Kasus kebocoran data pribadi ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Sepanjang kepemimpinan Presiden Jokowi, insiden serupa terus berulang, terutama di instansi-instansi pemerintah. Meski telah terjadi berulang kali, pemerintah tampaknya belum berhasil meningkatkan keamanan siber secara efektif, yang mengakibatkan masyarakat menjadi korban dari kebocoran data yang meresahkan.

Sejak 2019, terdapat sejumlah insiden kebocoran data yang mencolok. Pada Agustus 2019, misalnya, grup Dream Market Official menjadi viral setelah terungkapnya transaksi jual-beli data pribadi, termasuk NIK dan kartu keluarga. Pada September 2020, kebocoran data 21 juta penumpang Malindo Air dan Thai Lion Air juga menjadi sorotan. Tak hanya itu, pada 2021, data 279 juta warga Indonesia dari BPJS Kesehatan juga dilaporkan bocor.

Tahun lalu, kasus kebocoran data semakin meningkat dengan insiden di mana hacker Bjorka mengklaim telah membocorkan 19,5 juta data pengguna BPJS Ketenagakerjaan dan 17 juta data pelanggan PLN. Bahkan, pada tahun ini, terjadi kebocoran data 4,7 juta NIP dan NIK milik aparatur sipil negara.

Dengan semakin banyaknya insiden kebocoran data, banyak pihak mulai mempertanyakan keandalan sistem keamanan informasi pemerintah. Ancaman cyber tidak hanya mengganggu privasi individu, tetapi juga bisa berdampak negatif pada stabilitas sistem pemerintahan dan kepercayaan publik.

Dalam situasi ini, sangat penting bagi pemerintah untuk meningkatkan sistem keamanan siber dan memberikan transparansi terkait penanganan kebocoran data. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa langkah-langkah konkret diambil untuk melindungi data pribadi mereka. Tanpa tindakan yang jelas dan tegas, kepercayaan publik akan terus menurun, dan masyarakat akan terus berada dalam ketidakpastian mengenai keamanan data pribadi mereka.

Kebocoran data NPWP terbaru ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah dan seluruh pihak terkait untuk lebih serius dalam menangani masalah keamanan informasi dan melindungi hak privasi setiap individu.

(N/014)

0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru