CIANJUR -Harga komoditas selada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mengalami lonjakan drastis hingga empat kali lipat dalam sebulan terakhir.
Jika sebelumnya harga per kantong besar hanya berkisar Rp50.000, kini petani menjualnya hingga Rp200.000 per kantong, bahkan mencapai Rp350.000 di tangan tengkulak.
Kenaikan harga ini disebabkan oleh menurunnya produktivitas panen akibat cuaca ekstrem yang melanda wilayah tersebut.
Pasokan yang terbatas mendorong harga merangkak naik, mencetak rekor tertinggi sepanjang tahun 2025.
Enang Ipal, seorang petani selada dari kawasan Perkebunan Tunggilis, Kecamatan Pacet, mengaku bahwa hasil panennya kini hanya 20–30 kantong per musim, jauh menurun dibanding sebelumnya yang bisa mencapai 45–50 kantong.
"Dulu harga hanya Rp50.000 per kantong. Sekarang bisa sampai Rp200.000. Panennya pun berkurang," kata Enang saat ditemui, Senin (9/6/2025).
Di tingkat tengkulak, harga selada melonjak ke Rp250.000–Rp300.000 per kantong, bahkan beberapa melaporkan bisa tembus Rp350.000, tergantung kualitas dan permintaan.
Bobot selada per kantong pun ikut turun, dari biasanya 9–10 kg menjadi sekitar 7,5–8 kg.
Dampak langsung dari kelangkaan dan tingginya harga di tingkat petani membuat harga di pasar tradisional Cianjur ikut terdongkrak.
Di Pasar Muka, harga selada kini menyentuh Rp40.000–Rp60.000 per kilogram, padahal sebelumnya hanya Rp25.000–Rp30.000.
"Sekarang Rp60.000 sekilo, padahal biasanya cuma Rp25.000. Banyak pelanggan ngeluh, katanya kemahalan," ujar Yudi, pedagang sayuran di Pasar Muka.
Tingginya harga ini menurunkan daya beli masyarakat. Selada yang biasa dijadikan lalapan atau pelengkap sajian makanan kini mulai ditinggalkan. Apalagi dengan Iduladha yang semakin dekat, masyarakat lebih memilih kebutuhan pokok lainnya.
Jika di Cianjur saja harga sudah setinggi ini, maka di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, harga selada diperkirakan akan jauh lebih tinggi karena tambahan biaya distribusi dan logistik.*