Menurut KPK, fasilitas kredit yang diberikan LPEI kepada 11 debitur, termasuk PT Petro Energy (PT PE), diduga sarat penyimpangan.
Dugaan awal menunjukkan adanya benturan kepentingan antara pihak LPEI dan debitur, termasuk manipulasi dokumen dan laporan keuangan.
"Diduga terjadi kesepakatan awal antara direktur LPEI dengan debitur untuk mempermudah pemberian kredit, tanpa mempertimbangkan kelayakan. Bahkan, dokumen seperti purchase order dan invoice dipalsukan," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu.
Akibat dari pemberian kredit yang tidak sesuai peruntukan tersebut, negara dirugikan sebesar 18,07 juta dolar AS (Rp297,7 miliar) dan Rp549,1 miliar.
Total kerugian diperkirakan mencapai Rp846,8 miliar.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK telah menyita 24 aset yang terafiliasi dengan para tersangka.
Aset-aset tersebut tersebar di wilayah Jabodetabek dan Surabaya, dengan total nilai berdasarkan zona nilai tanah (ZNT) mencapai Rp882,5 miliar.
KPK menegaskan akan terus mendalami keterlibatan para pejabat dan pihak terkait, serta mengusut tuntas jaringan korupsi yang merugikan keuangan negara dalam kasus ini.*