Dalam LHP BPK itu juga menjelaskan, bahwa pihak General Manager –GM- PT DMKR telah memberikan informasi bahwa RKT belum disusun karena proyek masih dalam proses pembersihan lahan, sehingga pekerjaan hanya fokus pada kegiatan tersebut.
Namun pernyataan GM PT DMKR itu ternyata bohong. Sebab, pernyatan GM PT DMKR itu tidak sesuai kondisi lapangan. Karena, salah satu kawasan residensial di wilayah Helvetia, sudah dibangun. Bahkan PT DMKR sudah menerima pendapatan atas penjualan property yang telah dibangun, walaupun belum dilakukan Akta Jual Beli –AJB- kepada konsumen.
Karena penjualan properti Helvetia tidak didukung oleh dokumen RKT, maka akibatnya PTPN II tidak mengetahui rincian perkiraan pendapatan, luas alokasi penyediaan lahan, dan lain sebagainya.
LAPORAN BERKALA
Selain itu, dalam LHP BPK itu juga menguraikan bahwa, PTPN II dan PT Nusa Dua Propertindo –NDP- selaku anak perusahaan PTPN II, tidak pernah mendapatkan laporan berkala dari PT DMKR.
Padahal, dokumen MCA yang ditandatangani PTPN dan PT DMKR menyatakan bahwa, masing-masing PUP menyampaikan laporan berkala pada tanggal 10 setiap bulan kepada PTPN II dan PT CKPSN. Isi laporannya adalah hasil penjualan produk real estat dari masing-masing PUP.
Laporan berkala tersebut akan digunakan para pihak yakni PTPN II dan PT CKPSN sebagai dasar untuk memperhitungkan jumlah Pendapatan atas Pemanfaatan Lahan Wilayah –PPLWH- HGU, yang akan diterima oleh PTPN II dan/atau PT NDP dari hasil penjualan produk real estat.
Tahun 2021 s.d. 2023, PT DMKR sudah menjual properti di Helvetia dan Bangun Sari. Dari hasil penjualan tersebut PT NDP sudah menerima PPLWH dan Beban atas Pemanfaatan Lahan Wilayah HGU –BPLWH. Namun pembagian tersebut tidak didukung dengan laporan berkala.
BPK sendiri telah meminta dokumen laporan berkala tersebut. Namun sampai dengan pemeriksaan lapangan berakhir pada 29 Desember 2023, dokumen laporan berkala tersebut tidak pernah diserahkan.