
Kemendagri: Mayoritas Warga Datang ke TPS Karena Politik Uang, Bukan Kesadaran Politik!
JAKARTA Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap masih maraknya praktik politik uang dalam pen
NasionalJAKARTA – Pernyataan mengejutkan datang dari ahli hukum Chandra M Hamzah dalam sidang uji materi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) di Mahkamah Konstitusi.
Chandra menyebut bahwa Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor memiliki potensi menjerat penjual pecel lele yang berjualan di trotoar sebagai pelaku tindak pidana korupsi.
Hal ini memantik reaksi dari berbagai pihak, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang uji materi Perkara Nomor 142/PUU-XXII/2024 pada Jumat (20/6/2025), Chandra menjelaskan bahwa perumusan pasal tersebut terlalu luas dan tidak memenuhi asas lex certa dan lex stricta.
Ia mencontohkan, penjual pecel lele yang berjualan di atas trotoar, yang merupakan fasilitas umum, dapat dianggap memperkaya diri secara melawan hukum, yang pada akhirnya bisa dikategorikan sebagai korupsi.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1), maka penjual pecel lele di trotoar juga dapat dikenakan sanksi. Ada unsur memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan berpotensi merugikan keuangan negara," kata Chandra.
Ia pun merekomendasikan agar Pasal 2 dihapuskan karena multitafsir, serta merevisi Pasal 3 agar lebih spesifik menyasar penyelenggara negara, sebagaimana diatur dalam konvensi internasional UNCAC.
Namun, pernyataan ini dibantah keras oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Menurutnya, tafsir hukum harus memiliki dasar yang kuat dan tidak bisa berdasar asumsi semata.
"Setiap orang boleh berpendapat, tapi pendapat hukum harus memiliki dasar dan alasan yang jelas. Tidak mungkin penjual pecel lele di trotoar merugikan keuangan negara," ujar Johanis.
Tanak menambahkan bahwa dalam konteks hukum acara pidana, sudah menjadi fakta umum (notoire feiten) bahwa pelaku usaha kecil seperti penjual pecel lele tidak masuk dalam ranah pelaku tipikor sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
"Kalau pun peraturan hendak ditafsirkan, maka penafsirannya harus berdasar teori dalam ilmu hukum, bukan hanya pikiran pribadi tanpa dasar," tegasnya.
Sementara itu, ahli keuangan Amien Sunaryadi yang turut hadir dalam sidang menyampaikan bahwa korupsi paling banyak terjadi dalam bentuk suap, bukan semata merugikan keuangan negara.
Ia menilai penegakan hukum terlalu fokus pada kerugian negara dan belum menyentuh akar korupsi secara menyeluruh.
Sidang uji materi ini membuka ruang diskusi lebih luas mengenai urgensi revisi UU Tipikor, terutama agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat kecil atau pemanfaatan pasal yang multitafsir untuk kepentingan tertentu.*
(d/a008)
JAKARTA Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap masih maraknya praktik politik uang dalam pen
NasionalJAKARTA Mantan pelatih timnas Belanda, Louis van Gaal, tengah santer dikaitkan dengan kursi pelatih Timnas Indonesia. adsenseRumor ini
OlahragaJAKARTA Mayoritas masyarakat Indonesia menyatakan puas terhadap kinerja satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Pres
NasionalMALANG Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu&039ti menegaskan bahwa mulai tahun 2027, bahasa Inggris akan menj
PendidikanPADANGSIDIMPUAN Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padangsidimpuan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama perwakilan peda
PemerintahanPADANGSIDIMPUAN Kekecewaan mendalam dirasakan warga Kelurahan Wek III, khususnya para ibuibu di Gang Muhajirin, Kecamatan Padangsidimpu
PemerintahanDELI SERDANG Pemerintah Kabupaten Deli Serdang menegaskan komitmennya untuk terus menjalin kolaborasi dengan berbagai organisasi keagama
PemerintahanJAKARTA Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membantah tegas tudingan pakar telematika Roy Suryo yang menyebut adanya aturan selundupan dala
Hukum dan KriminalMEDAN Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Utara, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, menyampaikan permintaan maaf secara terbuk
Hukum dan KriminalJAKARTA Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2025 yang mengatur insentif fiskal berupa Pajak Per
Ekonomi