Dakwaan, yang disusun dalam satu berkas setebal 25 halaman, menjerat keduanya atas dugaan penerimaan commitment fee dan manipulasi tender proyek jalan di Sumatera Utara.
Dalam dakwaan, KPK menguraikan bahwa Topan dan Rasuli menerima uang masing-masing Rp50 juta dari pihak kontraktor, yaitu Direktur PT Dalihan Na Tolu Grup Muhammad Akhirun Piliang dan Direktur PT Rona Na Mora Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang.
Selain itu, keduanya diduga menyepakati commitment fee sebesar 5 persen dari nilai kontrak, dengan pembagian 4 persen untuk Topan dan 1 persen untuk Rasuli, sebagai imbalan pengaturan pemenang tender.
Dakwaan memuat kronologi pertemuan sejak Februari 2025 di sejumlah lokasi seperti Tong's Coffee Medan, Kantor Dinas ESDM Sumut, Brothers Caffe, hingga Grand City Hall Medan.
Dalam pertemuan itu, Topan disebut menyetujui pembagian fee untuk memastikan dua perusahaan menjadi pemenang tender dua paket proyek jalan, yakni:
Selain itu, dakwaan menyoroti perubahan spesifikasi teknis beton dari tipe DS3 menjadi DS4 yang hanya dapat dipenuhi perusahaan pemberi suap, serta instruksi Topan kepada Rasuli untuk menayangkan paket pekerjaan ke sistem e-katalog dengan istilah "mainkan" agar perusahaan tertentu menang.
Pada penggeledahan rumah dinas Topan di Perumahan Royal Sumatera, Cluster Topaz nomor 212, Medan Tuntungan, Rabu (2/7/2025), penyidik KPK menemukan:
-Uang tunai Rp2,8 miliar dalam pecahan Rp100 ribu (28 bundel)
-Dua pucuk senjata api: satu pistol Bareta lengkap 7 butir amunisi, satu air softgun laras panjang beserta dua pak amunisi