BREAKING NEWS
Kamis, 25 September 2025

TikTok Terancam Dilarang, China Bungkam Soal Calon Pembeli yang Disebut Donald Trump

Paul Antonio Hutapea - Selasa, 01 Juli 2025 08:04 WIB
TikTok Terancam Dilarang, China Bungkam Soal Calon Pembeli yang Disebut Donald Trump
Kementerian Luar Negeri China Mao Ning. (foto: embassylife)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

BEIJING — Pemerintah China menolak memberikan komentar terkait calon pembeli TikTok di Amerika Serikat yang disebut oleh Presiden AS Donald Trump sebagai "sekelompok orang yang sangat kaya."

TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan teknologi asal China, ByteDance, masih menghadapi ancaman larangan beroperasi di Negeri Paman Sam jika gagal melakukan divestasi saham sesuai tenggat waktu yang ditetapkan.

Dalam konferensi pers yang digelar di Beijing pada Senin (30/6), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning kembali menyatakan sikap hati-hati negaranya.

"Kami telah menjelaskan posisi China tentang TikTok lebih dari sekali. Saya tidak punya informasi untuk ditambahkan," ujar Mao singkat, tanpa menjawab secara langsung pernyataan terbaru dari Presiden Trump.

Sebelumnya, dalam laporan media Amerika Serikat, Presiden ke-47 AS Donald Trump mengklaim telah menemukan pihak yang bersedia membeli TikTok, sembari menyebut bahwa kelompok pembeli itu terdiri dari "orang-orang yang sangat kaya."

"Saya pikir saya mungkin memerlukan persetujuan dari Tiongkok. Saya pikir Presiden Xi mungkin akan melakukannya," kata Trump seperti dikutip dari wawancaranya.

Mahkamah Agung Dukung UU Pelarangan TikTok

TikTok terancam diblokir dari wilayah Amerika Serikat apabila ByteDance tidak menjual sebagian besar sahamnya ke pihak non-China.

Hal ini mengacu pada undang-undang yang disahkan Kongres dan ditandatangani Presiden Joe Biden pada April 2024, dengan alasan keamanan nasional.

UU tersebut memberikan waktu 270 hari bagi ByteDance, hingga 19 Januari 2025, untuk melakukan divestasi.

Mahkamah Agung AS telah mendukung undang-undang tersebut, menyatakan bahwa aturan itu tidak melanggar hak Amandemen Pertama dalam Konstitusi AS terkait kebebasan berbicara.

Editor
: Justin Nova
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru