WASHINGTON — Sebagian besar tarif impor yang diberlakukan Presiden ke-45 Amerika Serikat, Donald Trump, dinyatakan tidak sah oleh pengadilan federal.
Putusan tersebut menyatakan bahwa Trump telah melebihi batas kewenangannya saat mengenakan tarif tersebut, meskipun pengadilan memutuskan untuk tetap memberlakukannya sementara hingga ada tinjauan lebih lanjut.
Putusan tersebut diambil oleh US Court of Appeals for the Federal Circuit dalam keputusan 7-4 yang diumumkan pada Jumat (29/8/2025).
Pengadilan banding menguatkan putusan sebelumnya dari Court of International Trade, yang menyatakan bahwa tarif tersebut diberlakukan secara keliru dengan menggunakan Undang-Undang Keadaan Darurat Ekonomi Internasional (IEEPA) tahun 1977.
Meski demikian, para hakim banding mengembalikan kasus tersebut ke pengadilan tingkat yang lebih rendah guna menentukan apakah dampak putusan ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang mengajukan gugatan, atau seluruh entitas yang terkena tarif.
"SEMUA TARIF MASIH BERLAKU!" tulis Donald Trump melalui platform Truth Social sesaat setelah keputusan diumumkan.
Ia menegaskan bahwa pemerintahannya akan terus memperjuangkan keabsahan tarif tersebut yang menurutnya merupakan langkah strategis dalam menjaga ekonomi dan keamanan nasional Amerika Serikat.
Tarif-tarif yang dimaksud mencakup berbagai produk dari sejumlah negara mitra dagang utama AS, dengan nilai perdagangan global yang dipertaruhkan mencapai triliunan dolar.
Jika nantinya tarif tersebut secara permanen dibatalkan, pemerintah berpotensi menghadapi tuntutan hukum untuk mengembalikan pungutan yang telah dibayarkan selama bertahun-tahun.
Putusan akhir berpotensi membatalkan beberapa kebijakan perdagangan kunci yang diusung Trump selama menjabat, yang sebelumnya ia promosikan sebagai bagian dari strategi proteksi ekonomi nasional.
Menanggapi putusan ini, Gedung Putih menyatakan bahwa Presiden Trump telah menggunakan wewenangnya secara sah sesuai pendelegasian dari Kongres.
"Tarif Presiden tetap berlaku, dan kami yakin akan memperoleh kemenangan akhir dalam perkara ini," ujar Kush Desai, Juru Bicara Gedung Putih.
Selain itu, sejumlah pejabat tinggi pemerintahan, termasuk Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio, telah mengajukan pernyataan tertulis ke pengadilan.
Mereka memperingatkan bahwa pembatalan tarif secara mendadak dapat menimbulkan dampak diplomatik serius serta merusak kredibilitas kebijakan luar negeri AS.
Dengan keputusan pengadilan banding ini, jalur menuju Mahkamah Agung AS terbuka lebar.
Jika dibawa ke tingkat tersebut, putusan akhirnya bisa menjadi preseden penting dalam menentukan batas wewenang presiden terkait kebijakan perdagangan dan penggunaan hukum darurat.
Hingga saat ini, belum ada kejelasan apakah Pemerintah akan langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atau menunggu proses di pengadilan yang lebih rendah terlebih dahulu.*