JAKARTA - Rapat pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Senin (17/3/2025) sempat mendapatkan protes keras dari berbagai pihak, bahkan rapat tersebut dilaporkan ke polisi.
Rapat tersebut berfokus pada pembahasan RUU TNI yang dinilai kontroversial karena dianggap bisa menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, yang selama ini dilarang.
Rapat yang digelar oleh Komisi I DPR bersama pemerintah ini mendapat kritik tajam karena dinilai dilakukan secara diam-diam tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.
Kritik utama mengarah pada pasal-pasal dalam RUU TNI yang mengizinkan prajurit aktif TNI untuk menduduki jabatan sipil di lembaga-lembaga pemerintahan, yang dianggap dapat mengembalikan dwifungsi ABRI.
TB Hasanuddin, anggota Komisi I DPR yang terlibat dalam pembahasan RUU TNI, menegaskan bahwa sudah ada kesepakatan terkait 16 kementerian dan lembaga yang bisa dipimpin oleh prajurit aktif TNI.
Namun, penempatan prajurit di luar 16 lembaga ini harus mengundurkan diri terlebih dahulu.
Adapun 16 lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit aktif TNI antara lain Koor Bid Polkam, Pertahanan Negara, Setmilpres, Lemhannas, BNPB, BNPT, Kejagung, hingga Mahkamah Agung.
Mensesneg Prasetyo Hadi membantah klaim bahwa revisi RUU TNI ini berpotensi menghidupkan dwifungsi ABRI.
Ia menjelaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk memperkuat institusi TNI, yang dianggap perlu untuk menghadapi tantangan dalam melindungi kedaulatan negara dan menyelesaikan permasalahan bangsa.
Prasetyo menekankan bahwa penugasan prajurit TNI di luar militer bukan berarti kembali pada dwifungsi ABRI.
Selain itu, dalam revisi RUU TNI juga dibahas tentang batas usia pensiun bagi prajurit TNI.
TB Hasanuddin menyebutkan bahwa usia pensiun prajurit TNI kini dibagi berdasarkan pangkat, dengan batas maksimal usia pensiun bagi perwira tinggi bintang 4 bisa diperpanjang hingga usia 65 tahun jika diperlukan negara.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil mengeluarkan petisi yang menolak revisi ini, dengan alasan bahwa RUU TNI dapat membawa TNI kembali ke militerisme dan mengabaikan profesionalisme militer.
Mereka juga mendesak agar prajurit aktif TNI yang menduduki jabatan sipil segera mengundurkan diri, mengingat TNI seharusnya fokus pada tugas pertahanan negara.