JAKARTA - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama 11 organisasi advokat serta perwakilan masyarakat sipil untuk menyerap masukan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), Senin (21/7) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Sejumlah tokoh ternama hadir, seperti Hotman Paris Hutapea dan Maqdir Ismail, serta Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur, yang masing-masing menyampaikan kritik tajam atas pasal-pasal problematik dalam RUU tersebut.
Hotman Paris: Penyelidikan Jadi Ladang "Rezeki" Penyidik
Dalam paparannya, Hotman Paris menyebut bahwa tahap penyelidikan rawan disalahgunakan dan menjadi "ajang cari rezeki" bagi oknum penyidik.
"Kalau pelapor, kasusnya bisa dihentikan begitu saja. Kalau terlapor, bisa langsung jadi tersangka tanpa ada upaya hukum. Tidak ada praperadilan di tahap penyelidikan. Pertanyaannya: apakah penyelidikan masih perlu?" ujarnya lantang.
Hotman mendorong agar mekanisme penyelidikan dievaluasi agar tidak menjadi celah penyalahgunaan wewenang.
Catatan Maqdir Ismail: Pemblokiran Aset & Penyidik Rangkap Peran
Ketua Umum IKADIN, Maqdir Ismail, menyoroti praktik pemblokiran rekening dan aset milik tersangka, yang kerap dilakukan tanpa batasan yang jelas.
"Ada kasus uang perusahaan diblokir padahal tidak berkaitan dengan perkara. Ini harus ada aturannya," katanya.
Ia juga menyoroti praktik penyidik yang rangkap menjadi saksi dan ahli di pengadilan. "Ini melemahkan objektivitas persidangan," tambahnya.
Selain itu, Maqdir mengkritik standar penetapan tersangka yang hanya mengandalkan dua alat bukti tanpa menguji relevansi dan substansinya terhadap pasal yang disangkakan.
YLBHI: Draf RUU KUHAP Versi Sipil Sudah Disusun 15 Tahun