BREAKING NEWS
Minggu, 03 Agustus 2025

AMTARA Geruduk KLHK, Tuntut Hentikan Perampasan Tanah Adat Tabagsel

Mora Siregar - Kamis, 31 Juli 2025 15:01 WIB
120 view
AMTARA Geruduk KLHK, Tuntut Hentikan Perampasan Tanah Adat Tabagsel
AMTARA menggelar aksi damai di depan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Rabu (30/7). (foto: Mora Siregar/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA — Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tabagsel Raya (AMTARA) menggelar aksi damai di depan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI), Rabu (30/7).

Aksi ini digelar sebagai bentuk keprihatinan terhadap dugaan perampasan tanah adat dan kerusakan lingkungan di kawasan Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), Sumatera Utara.

Dalam orasinya, para mahasiswa menuntut kehadiran negara untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak masyarakat adat yang selama ini dinilai terpinggirkan oleh kepentingan industri.

Baca Juga:

Baca Juga:

Empat Tuntutan AMTARA untuk KLHK

Melalui pernyataan resmi, AMTARA menyampaikan empat poin tuntutan kepada KLHK, yakni:

- Pencabutan izin konsesi perusahaan kehutanan, terutama PT Toba Pulp Lestari (TPL), yang diduga merusak tanah adat di Tabagsel;

- Audit menyeluruh terhadap seluruh izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di wilayah Tabagsel;

- Pembukaan ruang dialog resmi antara KLHK dan masyarakat adat Tabagsel;

- Penghentian intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan wilayah adatnya.

Koordinator lapangan aksi, Benny Hasibuan, menegaskan bahwa perjuangan ini dilandasi oleh keresahan nyata masyarakat di kampung halaman mereka.

"Rakyat yang menjaga hutannya justru mendapat tekanan. Pemerintah harus hadir secara adil, bukan berpihak kepada kepentingan korporasi," ujar Benny.

Salah satu perusahaan yang menjadi sorotan dalam aksi ini adalah PT Toba Pulp Lestari (TPL).

AMTARA menilai ekspansi perusahaan tersebut telah berdampak buruk pada ekosistem hutan adat serta mengancam ruang hidup masyarakat setempat.

Wilayah-wilayah seperti Tapanuli Selatan dan Padang Lawas Utara disebut mengalami deforestasi dan pencemaran, serta munculnya konflik horizontal antara masyarakat adat dan aparat keamanan perusahaan.

"Hutan itu bukan sekadar lahan industri. Itu ruang hidup kami," seru salah satu orator aksi.

Merespons aksi tersebut, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri KLHK, Krisdianto, S.Hut., M.Sc., Ph.D, menyampaikan bahwa laporan dari mahasiswa AMTARA akan menjadi perhatian kementerian.

"Kami menyambut baik masukan dari teman-teman mahasiswa dan akan menurunkan tim investigasi ke lapangan," ujar Krisdianto.

KLHK berkomitmen untuk memastikan bahwa pengelolaan hutan dan konsesi dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dengan tetap menjaga keadilan bagi masyarakat lokal.

"Jika ada pelanggaran dalam proses perizinan maupun operasional, tentu akan kami tindak sesuai peraturan," tambahnya.

Aksi AMTARA ditutup dengan seruan agar negara hadir dan berpihak pada masyarakat adat, bukan hanya pada kepentingan investasi.

"Kami ingin negara menjadi pelindung, bukan penonton. Hutan kami bukan untuk dijual, tapi untuk diwariskan," pungkas Benny.

Aksi berlangsung tertib dan damai dengan pengawalan dari aparat keamanan.

Para mahasiswa membentangkan poster dan spanduk, serta menyampaikan aspirasi dengan semangat dan tertib.*

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
komentar
beritaTerbaru