JAKARTA — Isu seputar pembayaran royalti kembali menjadi sorotan publik.
Kali ini, polemik mencuat terkait kekhawatiran bahwa menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dapat dikenakan royalti.
Menanggapi hal tersebut, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa penggunaan lagu Indonesia Raya tidak dipungut biaya royalti dan tidak termasuk dalam pelanggaran hak cipta.
"Penggunaan lagu Indonesia Raya dalam bentuk aslinya tidak perlu membayar royalti, karena bukan pelanggaran hak cipta. Lebih-lebih lagi, Indonesia Raya itu sudah menjadi public domain," ujar Komisioner LMKN, Johnny W. Maukar, dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).
Penegasan ini merujuk pada Pasal 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menyatakan bahwa lagu kebangsaan merupakan bagian dari kategori fair use atau penggunaan wajar.
Artinya, masyarakat bebas menggunakan dan menyanyikan lagu tersebut tanpa harus mengurus izin maupun membayar royalti.
"Jadi jelas dan tegas menurut undang-undang, tidak perlu membayar royalti karena menyanyikan lagu Indonesia Raya bukanlah pelanggaran," lanjut Johnny.
LMKN juga menjelaskan bahwa pihaknya hanya mengelola royalti dari karya-karya cipta yang masih memiliki pencipta atau ahli waris yang terdaftar secara resmi.
Dalam hal ini, lagu Indonesia Raya tidak lagi termasuk karena telah melampaui masa perlindungan hak cipta selama 70 tahun sejak penciptanya wafat.
"Menurut ketentuan undang-undang, karya yang sudah lebih dari 70 tahun sejak penciptanya meninggal masuk ke dalam domain publik dan tidak lagi dipungut royalti," jelasnya.
Namun demikian, Johnny mengingatkan agar penggunaan lagu kebangsaan tetap mematuhi ketentuan yang berlaku, khususnya yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Penjelasan ini disampaikan menyusul meningkatnya kesadaran publik terhadap kewajiban pembayaran royalti, terutama bagi pelaku usaha seperti restoran, hotel, dan kafe yang memutar musik berhak cipta di ruang publik.