BITVONLINE.COM -Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, melalui Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengumumkan rencana untuk mengubah struktur Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) guna mendukung swasembada pangan dan stabilisasi harga pangan nasional. Bulog nantinya akan bertransformasi menjadi lembaga non-komersial yang tidak lagi berorientasi pada keuntungan, dengan tujuan mengoptimalkan perannya sebagai stabilisator pangan, mirip dengan fungsi Bulog di masa Orde Baru Presiden Soeharto.
“Untuk mencapai swasembada pangan, maka fungsi Bulog harus kembali, harus transformasi lembaganya, nggak bisa komersial lagi. Kalau komersial nanti beli jagung rakyat, beli gabah itu kadang-kadang hitung-hitungan. Bulog ini untung apa rugi, kalau rugi diperiksa,” kata Zulkifli Hasan dalam konferensi pers di Gedung Graha Mandiri, Jakarta.
Zulkifli menyampaikan bahwa peran Bulog pada masa Orde Baru sebagai lembaga stabilisator harga pangan sangat penting dan perlu dihidupkan kembali. Bulog pada waktu itu memiliki tugas utama menjaga kestabilan pasokan dan harga bahan pangan, seperti beras, gula, gandum, dan terigu. Keberadaan Bulog di era tersebut juga memungkinkan Indonesia mencapai swasembada pangan pada 1980-an.
Sejarah Bulog dimulai pada 1966 dengan pendirian Komando Logistik Nasional (Kolagnas) yang bertugas mengendalikan logistik pangan. Pada tahun 1967, Kolagnas resmi berubah nama menjadi Bulog. Dalam perjalanannya, Bulog menjadi lembaga yang sangat strategis dalam mengelola pangan nasional, membantu stabilisasi harga pangan dan mendukung swasembada pangan.
Namun, peran strategis Bulog mulai mengalami perubahan besar pasca krisis moneter 1997-1998. Dalam upaya pemulihan ekonomi Indonesia, pemerintah menerima paket kebijakan IMF yang mengubah tugas Bulog secara drastis. Dua Keputusan Presiden (Keppres) dikeluarkan untuk membatasi peran Bulog: Keppres No. 45 tahun 1997 yang membatasi Bulog hanya menangani beras dan gula, dan Keppres No. 19 tahun 1998 yang mengurangi tugas Bulog hanya untuk pengelolaan beras.
Keputusan ini berdampak langsung pada pengelolaan sektor pangan Indonesia, yang semakin tergerus. Ekonom Boediono dalam buku Ekonomi Indonesia Dalam Lintasan Sejarah (2016) mencatat bahwa kebijakan IMF mendorong pemerintah Indonesia untuk memangkas kewenangan Bulog, yang kemudian berkontribusi pada ketidakstabilan harga pangan.
Dengan rencana transformasi ini, pemerintah berharap Bulog bisa kembali berfungsi sebagai lembaga yang kuat dalam menjaga stabilitas pangan dan harga, serta mendukung pencapaian swasembada pangan di masa depan. Pemerintah juga berharap langkah ini akan membantu mengatasi masalah ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
(N/014)
Prabowo Kembalikan Kesaktian Bulog Era Soeharto untuk Swasembada Pangan