Analisis para pakar menunjukkan potensi adanya tekanan terhadap pemilih, perangkat desa, hingga panitia pemilu. Praktik semacam ini, apabila benar terjadi secara sistemik, mengaburkan batas antara kampanye legal dan penyalahgunaan kekuasaan.
4. Konflik kepentingan dalam upaya mendorong pemilu satu putaran
Film itu menyinggung bahwa dorongan "cukup satu putaran" bukan sekadar strategi kampanye, melainkan bagian dari upaya mengamankan hasil pemilu melalui percepatan politik yang meminimalkan waktu koreksi publik.
Kekuatan film Dirty Vote bukan pada sensasi, melainkan pada narasi akademik yang memadukan data, regulasi, dan analisis struktural. Reaksi publik pun masif, mulai dari diskusi kampus hingga analisis media internasional. Kontroversi ini menunjukkan bahwa isu integritas pemilu tidak lagi bersifat insidental, tetapi telah menyentuh jantung persoalan demokrasi Indonesia.
II. Putusan MK 90/2023 dan Krisis Etik di Lembaga Penjaga Konstitusi
Salah satu peristiwa paling menentukan dalam dinamika politik Indonesia adalah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang merevisi tafsir syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Keputusan ini memberi jalan bagi Gibran Rakabuming Raka — putra Presiden Joko Widodo — untuk maju sebagai cawapres dalam usia belum 40 tahun.
Kontroversi muncul karena putusan tersebut dianggap memiliki konflik kepentingan, mengingat Ketua MK saat itu, Anwar Usman, merupakan paman Gibran. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kemudian menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran etik berat dalam proses pengambilan keputusan.
Beberapa pakar hukum memberikan kritik keras:
• Feri Amsari menilai putusan tersebut sebagai "karpet merah politik".
• Bivitri Susanti menyebutnya sebagai contoh conflict of interest yang "sangat terang dan tak dapat dibantah".
• Analisis akademis menunjukkan bahwa proses pembacaan putusan terkesan terburu-buru dan tidak melalui proses deliberasi yang memadai.