Modus Antre Berkali-kali, Polisi Amankan Tiga Warga Penimbun BBM di SPBU Sei Renggas
ASAHAN Kepolisian Resor Asahan melalui Polsek Kota Kisaran menangkap tiga warga yang diduga melakukan penyulingan dan penimbunan Bahan B
HUKUM DAN KRIMINAL
Oleh:Dr Hadi Daryanto
ISU pelepasan 1,6 juta hektare (ha) kawasan hutan era Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Zulhas) kembali mencuat. Penelusuran dokumen hukum negara menunjukkan kebijakan ini murni langkah administratif tata ruang, bukan pemberian izin konsesi sawit.
Baca Juga:
Kebijakan ini merupakan legitimasi hukum atas revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau yang lama tertunda.
Fakta Hukum
Dalam SK Menhut tersebut, tidak ada klausul pemberian izin baru bagi perusahaan untuk membuka hutan lindung. Kebijakan tersebut diambil untuk menyesuaikan kondisi de facto di lapangan.
Banyak lahan yang tercatat masih "hutan" di peta lama, namun sudah menjadi permukiman dan pusat aktivitas masyarakat selama bertahun-tahun.
Pemerintah pusat merespons surat usulan resmi dari: gubernur, bupati, wali kota, dan aspirasi masyarakat se-Riau. Penyerapan usulan atau aspirasi ini bertujuan memberikan kepastian ruang pembangunan daerah.
Objek Lahan yang Dilepaskan
Lahan yang dilepaskan tersebut atas kepentingan tata ruang, di antaranya:
• Permukiman Penduduk: desa, kecamatan, hingga perkotaan padat penghuni.
• Fasilitas Sosial & Umum: jalan provinsi/kabupaten, sekolah, rumah sakit, tempat ibadah.
• Lahan Garapan Masyarakat: area pertanian & perkebunan rakyat turun-temurun.
Tujuan utama dari penerbitan SK tersebut adalah memberikan kepastian hukum. Tanpa adanya revisi tata ruang ini, ribuan warga yang tinggal di area tersebut secara teknis dianggap tinggal secara ilegal di dalam kawasan hutan (okupasi ilegal).
Kebijakan Zulhas saat itu dinilai sebagai solusi konkret untuk menghindari konflik agraria berkepanjangan dan memberikan hak legalitas tanah bagi rakyat Riau.
Angka 1,6 juta hektare hutan yang dibuka sering dikaitkan dengan deforestasi dan bencana ekologis seperti banjir. Narasi tersebut sering mengabaikan bahwa kebijakan ini untuk memutihkan status permukiman & fasilitas umum yang sudah terlanjur ada, bukan membuka hutan primer untuk industri besar.
Perdebatan publik muncul karena detail teknis sering diabaikan sehingga menjadi distorsi informasi. Kebijakan tata ruang era itu dituding pro-industri, padahal konteksnya adalah penyesuaian tata ruang dan legalisasi keterlanjuran.
*) Penulis adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan (2010-2015)
ASAHAN Kepolisian Resor Asahan melalui Polsek Kota Kisaran menangkap tiga warga yang diduga melakukan penyulingan dan penimbunan Bahan B
HUKUM DAN KRIMINAL
JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi di internal
HUKUM DAN KRIMINAL
ACEH TAMIANG Layanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang kembali normal setelah lumpur banjir bandang melumpuhkan fasilitas ters
KESEHATAN
LANGKAT Kementerian Pekerjaan Umum (PU) memastikan infrastruktur jalan nasional di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, telah pulih pasca
NASIONAL
MEDAN Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara kembali merilis data terbaru korban banjir dan longsor yang melanda wila
PERISTIWA
PIDIE JAYA Banjir susulan kembali melanda sejumlah desa di Kabupaten Pidie Jaya menyusul hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut sej
PERISTIWA
JAKARTA Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benni Irwan, menyampaikan keprihatinan atas keputusan Bupati Aceh Selatan, Mirwan, yang memi
NASIONAL
MEDAN Harga emas batangan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam yang dijual di Butik Emas Antam hari ini tidak mengalami perubahan d
EKONOMI
MALUKU UTARA PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) menegaskan kabar soal dugaan penyelundupan nikel ilegal di Bandara Khusus IWIP,
HUKUM DAN KRIMINAL
ACEH UTARA Pimpinan Wilayah (PW) Aisyiyah Aceh menyalurkan bantuan tunai untuk dua Taman KanakKanak (TK) Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA)
PERISTIWA