Tak hanya itu, Pemkot juga masih memiliki utang yang nilainya tercatat minimal sebesar Rp276 miliar.
BPK menilai, penyebab utama ketimpangan anggaran tersebut adalah karena pemkot masih menganggarkan dan merealisasikan belanja yang tidak bersifat prioritas tanpa mempertimbangkan kemampuan fiskal daerah.
CV, yang sebelumnya mendapat julukan "baik hati" karena dinilai kerap membagikan anggaran untuk berbagai pihak, kini menjadi sorotan karena dinilai mengabaikan kondisi keuangan daerah demi citra atau kepentingan politis.
Publik mempertanyakan urgensi hibah sebesar Rp60 miliar untuk pembangunan kantor Kejati, sementara banyak kebutuhan dasar masyarakat, seperti infrastruktur, pelayanan kesehatan, dan pendidikan, masih belum terpenuhi secara maksimal.
Belum ada tanggapan resmi dari Wali Kota Eva Dwiana mengenai polemik hibah ini.
Namun, DPRD memastikan bahwa semua usulan anggaran, termasuk hibah ke Kejati, akan dibahas secara ketat sebelum disahkan ke dalam APBD.
Wacana hibah ratusan miliar rupiah di tengah defisit anggaran menuntut pemerintah daerah untuk lebih transparan dan selektif dalam menentukan belanja daerah.
Masyarakat berharap DPRD bisa berperan sebagai pengawas yang berpihak pada kepentingan publik dan memastikan tidak ada kebijakan anggaran yang mengorbankan kebutuhan dasar rakyat.*