
23 Desa Masih Zona Merah Narkoba, Pemprov Sumut Perkuat Proteksi Dini
MEDAN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) terus memperkuat langkah strategis dalam menekan angka penyalahgunaan narkoba d
NasionalSUMATERA BARAT– Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat mengungkap kisah pilu Nur Amira (43), seorang perempuan yang hidup di Indonesia sejak usia delapan tahun namun kini berstatus tanpa kewarganegaraan (stateless).
Ia kembali ditempatkan di ruang detensi Kantor Imigrasi Agam sejak Jumat (19/9/2025) setelah status kependudukannya dinyatakan tidak sah.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat, Yefri Heriani, menegaskan bahwa kasus ini mencerminkan lemahnya perlindungan negara terhadap hak dasar manusia yang telah lama tinggal di Indonesia.Baca Juga:
"Negara tidak boleh membiarkan seseorang yang sejak kecil tinggal di Indonesia menjadi tanpa identitas. Ini bukan sekadar urusan birokrasi, tetapi menyangkut hak asasi manusia," ujar Yefri, Minggu (12/10).Menurut hasil penelusuran Ombudsman, Nur Amira lahir di Malaysia pada awal 1980-an dan datang ke Indonesia sekitar tahun 1989 bersama ibunya yang menikah dengan pria asal Payakumbuh, Sumatera Barat. Sejak itu, keluarga kecil ini menetap di Nagari Situjuah Batua, Kecamatan Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota.
Amira tumbuh besar di lingkungan desa tersebut. Ia bersekolah di SD negeri setempat dan berbaur dengan masyarakat sekitar, meski tanpa dokumen resmi apa pun—tidak memiliki akta kelahiran, paspor, maupun catatan imigrasi yang sah.Pada tahun 2006, Amira sempat memperoleh Kartu Tanda Penduduk (KTP) setelah dimasukkan ke dalam Kartu Keluarga ayah tirinya. Dengan identitas itu, ia hidup layaknya warga negara biasa, menikah pada 2009, dan memiliki seorang anak perempuan bernama Zahira.
Namun pada 2024, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) melakukan verifikasi nasional dan menemukan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Amira tidak memiliki dasar hukum. Dokumen kelahirannya tidak ditemukan baik di Indonesia maupun Malaysia.Dukcapil kemudian mencabut data kependudukannya, menyebabkan Amira kehilangan status hukum.
"Pencabutan data ini membuat yang bersangkutan kehilangan akses terhadap layanan dasar seperti pekerjaan, kesehatan, dan pendidikan anak," ungkap Yefri Heriani.Setelah statusnya dinyatakan tidak sah, Amira sempat diamankan Kantor Imigrasi Agam dan dideportasi ke Malaysia menggunakan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Namun setibanya di Malaysia, ia ditolak masuk karena namanya tidak tercatat dalam data kewarganegaraan negara tersebut.
Amira akhirnya dipulangkan kembali ke Indonesia tanpa status yang jelas. Ombudsman menilai kasus ini mencerminkan lemahnya koordinasi antarnegara dan antarlembaga dalam menangani individu tanpa kewarganegaraan.
Pada 19 September 2025, Amira kembali diamankan oleh petugas Imigrasi Agam karena izin tinggal sementaranya telah habis. Ia kini berada di ruang detensi sambil menunggu hasil koordinasi antara pemerintah Indonesia dan Kedutaan Besar Malaysia."Kasus Nur Amira tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus mencari solusi kemanusiaan agar ia memiliki identitas yang sah," tegas Yefri.Sejak penahanan ibunya, Zahira (15), anak semata wayang Amira, kini hidup sendirian di rumah kontrakan mereka di Nagari Situjuah. Ia terpaksa berhenti sekolah karena kehilangan dokumen keluarga yang sah.
Guru dan warga sekitar berupaya membantu kebutuhan dasarnya, namun tanpa identitas resmi, Zahira tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya."Zahira menjadi korban langsung dari ketidakjelasan status hukum ibunya. Ia kehilangan hak pendidikan karena sistem yang belum berpihak pada kemanusiaan," kata Yefri.
Baca Juga:
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, seseorang yang menikah dengan WNI berhak mengajukan permohonan menjadi warga negara Indonesia setelah lima tahun berturut-turut tinggal di Indonesia. Namun Amira tidak dapat melakukannya karena tidak memiliki dokumen dasar seperti paspor atau akta kelahiran.
Ombudsman menilai, kasus Amira menunjukkan celah hukum yang menjerat individu yang sudah lama hidup di Indonesia tanpa pengakuan kewarganegaraan.Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat telah menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Luar Negeri untuk menuntaskan kasus ini secara kemanusiaan.
"Kami mendorong agar pemerintah pusat dan daerah bekerja sama memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak dasar bagi Nur Amira dan anaknya," ujar Yefri.Hingga kini, Nur Amira masih berada di ruang detensi Kantor Imigrasi Agam. Ia berharap dapat kembali ke rumah dan hidup normal bersama anaknya.
"Saya cuma ingin pulang, kerja lagi, dan lihat anak saya sekolah," ucap Amira dalam keterangan yang diterima Ombudsman.
Baca Juga:
MEDAN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) terus memperkuat langkah strategis dalam menekan angka penyalahgunaan narkoba d
NasionalMEDAN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) meminta seluruh pihak terkait untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan bahan pan
EkonomiMEDAN Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Muhammad Bobby Afif Nasution menerima kunjungan kerja Gubernur Bengkulu Helmi Hasan di Anjungan La
PemerintahanJAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyitaan aset dalam pengembangan kasus dugaan korupsi dan pemerasan terkai
Hukum dan KriminalMEDAN Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menetapkan dua orang mantan pejabat Badan Perta
Hukum dan KriminalJAKARTA Sejumlah relawan pendukung Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang tergabung dalam Aliansi Indo
NasionalJAKARTA Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto sama sekali tidak memiliki rencana untuk melakukan k
NasionalBANDUNG Puluhan santri yang tergabung dalam Forum Santri Nusantara (FSN) Bandung Raya mendatangi kediaman anggota DPR RI Atalia Praratya
PeristiwaJAKARTA Microsoft secara resmi mengumumkan bahwa dukungan untuk sistem operasi Windows 10 akan dihentikan pada hari ini, Selasa (14/10).
Sains & TeknologiJAKARTA Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap aturan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
Nasional