JAKARTA — Ketidakpastian global akibat memanasnya geopolitik dunia menjadi perhatian serius pemerintah, khususnya terkait ketahanan pangan nasional.
Kementerian Koordinator Bidang Pangan menekankan pentingnya swasembada pangan sebagai benteng utama menghadapi krisis global yang bisa berdampak pada terganggunya pasokan pangan internasional.
Staf Ahli Bidang Transformasi Digital dan Hubungan Antar Lembaga Kemenko Pangan, Bara Krishna Hasibuan, menyoroti konflik Timur Tengah, termasuk agresi Israel terhadap Gaza dan meningkatnya ketegangan dengan Iran, sebagai pemicu gejolak global.
Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok turut menambah ketidakpastian yang mengancam rantai pasokan dunia.
"Kalau terjadi skenario terburuk seperti perang, setiap negara akan memprioritaskan kepentingan domestiknya, khususnya terkait pangan. Mereka akan mengutamakan rakyatnya sendiri," ujar Bara dalam forum Indonesia Connect by Liputan6 di SCTV Tower, Jakarta, Jumat (20/6/2025).
Bara mengingatkan bahwa ketergantungan Indonesia pada impor beras dapat menjadi kelemahan jika krisis benar-benar terjadi.
Ia pun menceritakan pengalaman saat membantu proses negosiasi impor beras yang akhirnya gagal karena negara eksportir lebih memilih mengamankan pasokan untuk dalam negerinya.
"Saat itu kita butuh beras karena produksi dalam negeri turun. Sudah negosiasi, sudah lobi, tapi tetap ditolak karena mereka bilang harus utamakan kebutuhan rakyatnya dulu," ungkap Bara.
Situasi ini menjadi momentum untuk memperkuat kebijakan swasembada pangan.
Bara menilai, sudah saatnya Indonesia tidak lagi bergantung pada pasokan luar negeri untuk kebutuhan pangan pokok seperti beras.
Senada, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono juga menegaskan bahwa swasembada pangan adalah satu-satunya cara agar Indonesia tidak mudah diatur kepentingan asing.
Ia menyebut pandemi COVID-19 sebagai pelajaran penting, bahwa saat krisis terjadi, setiap negara akan menutup diri dan menjaga pasokan pangannya sendiri.