JAKARTA– Anggota Komisi IIIDPR RI, Endang Agustina, menyampaikan kritik tajam terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait aksi pamer atau flexing uang hasil rampasan dan barang bukti kasus korupsi yang dinilai tidak etis dan berpotensi merusak kredibilitas institusi penegak hukum tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Endang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IIIDPR RI bersama Kejagung dan Polri yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Endang awalnya menyampaikan apresiasi atas realisasi anggaran Kejaksaan RI yang telah mencapai Rp9 triliun atau 37,53 persen dari total pagu anggaran Rp24 triliun hingga pertengahan tahun 2025.
Namun, ia menekankan pentingnya Kejagung menjaga marwah dan etika institusional dalam menjalankan tugasnya.
"Kami titip pesan, penyimpangan-penyimpangan yang ada, dan saya melihat ada flexing-flexing dari keberhasilan itu agar dikurangi, Pak," ujar Endang seperti dikutip dari siaran TV Parlemen.
Endang menyoroti salah satu kejadian di mana staf Kejagung terlihat duduk di atas tumpukan uang barang bukti dengan mengenakan seragam dinas.
Aksi tersebut menurutnya mencederai wibawa institusi penegak hukum dan dapat menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
"Duduk-duduk di atas uang itu, yang notabene adalah barang bukti, dengan menggunakan baju dinas, itu saya kira kurang etis dan menjatuhkan kredibilitas kita," tegas Endang.
Lebih lanjut, ia meminta Kejagung untuk menahan diri dalam mempublikasikan keberhasilan penindakan korupsi yang bersifat visual dan bombastis, serta lebih fokus pada penguatan kelembagaan dan integritas.
"Mohon menjadi perhatian, bagaimana menjaga marwah institusi kita di mata masyarakat," tambahnya.
Dalam rapat yang sama, Kejaksaan Agung RI juga mengajukan usulan penambahan anggaran untuk tahun 2026.
Hal ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Narendra Jatna.
Ia mengungkapkan bahwa pagu indikatif Kejagung tahun 2026 hanya sebesar Rp8,9 triliun, atau turun drastis 63,2 persen dari alokasi anggaran tahun 2025 sebesar Rp24,2 triliun.
"Penurunan ini menjadi perhatian serius, mengingat beban kerja dan target kinerja Kejagung terus meningkat, terutama di bidang penegakan hukum," ujar Narendra.
Menurut hasil analisis internal Kejagung, kebutuhan riil anggaran untuk tahun 2026 seharusnya mencapai Rp27,4 triliun.
Artinya, terdapat defisit sebesar Rp18,52 triliun atau sekitar 67,4 persen dari total kebutuhan yang diperkirakan.
Narendra menegaskan bahwa tambahan anggaran sangat dibutuhkan untuk mendukung pencapaian target jangka menengah 2025–2029, implementasi undang-undang baru, serta pelaksanaan rencana aksi nasional yang sejalan dengan visi Astacita Presiden.
"(Penambahan) Anggaran ini diperlukan untuk mengoptimalkan kinerja institusi dan mendukung agenda strategis nasional," tutupnya.
Dengan sorotan dari parlemen dan kebutuhan pendanaan yang meningkat, Kejagung RI dihadapkan pada tantangan untuk menjaga integritas institusi di tengah sorotan publik serta memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di tengah keterbatasan anggaran.*