BREAKING NEWS
Jumat, 24 Oktober 2025
Resensi Film

Belajar Jadi Dewasa Lewat Tujuh Tawa Kecil: Makna Rumah dalam 1 Kakak 7 Ponakan

Abyadi Siregar - Jumat, 24 Oktober 2025 09:47 WIB
Belajar Jadi Dewasa Lewat Tujuh Tawa Kecil: Makna Rumah dalam 1 Kakak 7 Ponakan
Poster Film 1 Kakak 7 Ponakan (2024). (foto: Ist/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh: Leonardus Aji Wibowo

DISUTRADARAI oleh Dinna Jasanti Film 1 Kakak 7 Ponakan (2024) hadir sebagai kisah keluarga yang sederhana namun menyentuh. Dinna, yang dikenal lewat gaya penceritaan yang lembut dan realistis, mencoba menghadirkan cerita tentang tanggung jawab, kehilangan, dan cinta yang lahir bukan karena pilihan, melainkan karena keadaan.

Cerita ini terasa dekat dengan banyak orang. Sebab berbicara tentang situasi yang sering terjadi di sekitar kita: seseorang yang tiba-tiba harus menjadi sosok dewasa bagi orang lain. Padahal dirinya sendiri belum sepenuhnya siap.

Baca Juga:

Rendra, diperankan oleh Abdur Arsyad, adalah pria yang hidup dengan santai dan bebas. Hari-harinya berjalan tanpa arah, tanpa rencana besar, dan tanpa siapa pun yang benar-benar ia pikirkan selain dirinya sendiri.

Semua berubah saat kabar duka datang. Kakaknya meninggal dunia, meninggalkan tujuh anak yang harus diasuhnya. Sejak saat itu, hidup Rendra tidak lagi tenang. Rumah yang dulu sunyi kini dipenuhi tawa, tangis, dan ribut kecil yang tak pernah berhenti.

Di awal, Rendra menolak tanggung jawab itu. Ia merasa keadaan terlalu berat dan tidak adil. Ia bukan sosok ayah. Bahkan untuk dirinya sendiri masih belum tahu arah.

Tapi waktu terus berjalan. Hari demi hari, ia terjebak dalam rutinitas yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Menyiapkan sarapan, membantu anak belajar, menenangkan yang menangis, hingga ikut tertawa di tengah kekacauan kecil. Tanpa disadari, rasa tanggung jawab perlahan berubah menjadi kasih.

Dinna Jasanti tidak menampilkan kisah ini dengan cara berlebihan. Tidak ada drama yang dibuat-buat, tidak ada adegan yang terlalu ingin membuat penonton menangis. Semua terasa alami dan jujur.

Kamera menyorot hal-hal kecil yang sering terlewat. Seperti piring kotor di meja makan, sandal yang berserakan, atau lampu yang dibiarkan menyala semalaman.

Dari hal-hal sederhana itu muncul kehangatan yang nyata, bahwa rumah sejati tidak selalu rapi atau sempurna. Tetapi selalu hidup karena ada cinta yang tumbuh di dalamnya.

Rendra perlahan berubah. Ia mulai memahami bahwa keluarga bukanlah sesuatu yang bisa dipilih, melainkan sesuatu yang dijaga. Setiap anak membawa tantangan dan cerita sendiri.

Ada yang keras kepala, ada yang manja, ada yang diam tapi penuh perasaan. Dalam kelelahan, Rendra menemukan arti dari hadir bagi orang lain. Ia belajar bahwa mencintai tidak selalu mudah, tapi selalu memberi arti.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
DJP Siapkan Insentif Pajak untuk Dorong Industri Film Nasional Tumbuh Lebih Kompetitif
Inovasi PKK Desa Mekar Baru: Dari Bunga Telang dan Kelor, Tumbuh Ekonomi Keluarga Mandiri
TP PKK Sumut Dorong Tertib Administrasi, Evaluasi Program 2025 Digelar di Binjai
Tawa di Tengah Teror Nenek Gayung
Netizen Wajib Nonton! Banjong Pisanthanakun Puji Akting Vino G. Basti dalam Film Shutter
Audit BPK Ungkap Dugaan Penyimpangan Dana Kampung KB di Nias Selatan: Kegiatan Fiktif dan Pertanggungjawaban Tak Jelas
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru