JAKARTA -Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana, menegaskan pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran difokuskan pada penguatan aturan tentang penyiaran tanpa mengancam kebebasan pers. Dalam pernyataannya kepada wartawan di Jakarta pada Kamis (4/7/2024), Yadi mengungkapkan bahwa RUU ini seharusnya memprioritaskan pengaturan yang jelas terkait peraturan-peraturan penyiaran.
“Dalam RUU penyiaran ini, kita harus fokus pada parameter pengukuran konten, peran lembaga survei, dan partisipasi publik yang selama ini menjadi monopoli,” kata Yadi.
Dewan Pers sepakat bahwa RUU penyiaran harus menguatkan lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tanpa mengancam kebebasan pers. Yadi menyoroti adanya klausul dalam draf RUU penyiaran yang dinilai mengancam kebebasan pers, terutama terkait pelarangan praktik jurnalisme investigasi.
“Kemerdekaan pers tidak boleh diatur dalam konteks tersebut. Setiap kali menyentuh masalah ini, pasti akan menimbulkan reaksi publik yang besar karena ini menyangkut hak fundamental,” tegasnya. Yadi juga menyoroti bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik seharusnya tetap berada di ranah Dewan Pers, bukan dialihkan sepenuhnya kepada KPI.
“Dewan Pers tidak menolak RUU penyiaran, namun perlu ada penguatan yang jelas. Ketika ada kasus yang melibatkan media dalam penyiaran, baik yang berstatus media pers maupun non-pers, penyelesaiannya harus tetap melalui mekanisme Dewan Pers agar tidak terjadi benturan dengan Undang-Undang Pers dan aturan KPI,” paparnya.
Yadi menegaskan bahwa penguatan lembaga KPI adalah hal yang setuju bagi Dewan Pers, namun harus diiringi dengan kejelasan bahwa kebebasan pers tidak boleh terganggu dalam konteks peraturan penyiaran yang baru.
(n/014)
Dewan Pers Minta RUU Penyiaran Fokus Soal Aturan Siaran