BREAKING NEWS
Jumat, 24 Oktober 2025

Pakar Imparsial Kritik Penghapusan Pasal 65 RUU TNI, Singgung Kasus Bos Rental

Adelia Syafitri - Selasa, 04 Maret 2025 22:01 WIB
Pakar Imparsial Kritik Penghapusan Pasal 65 RUU TNI, Singgung Kasus Bos Rental
Ilustrasi
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA -Peneliti senior Imparsial, Al Araf, menyampaikan kritik tajam terhadap usul penghapusan Pasal 65 dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Menurut Al Araf, penghapusan pasal tersebut justru menutup peluang agar prajurit TNI dapat diadili melalui peradilan umum untuk pelanggaran hukum pidana umum.

"Yang dihapus adalah Pasal 65, padahal seharusnya yang dihapus adalah Pasal 74. Ini yang salah, karena dengan penghapusan Pasal 65, prajurit TNI yang melanggar hukum pidana umum tidak bisa lagi diadili di peradilan umum," ujar Al Araf saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi I DPR, Selasa (4/3).

Pasal 65 dalam draf RUU TNI yang dimaksud Al Araf menyebutkan bahwa prajurit TNI tunduk pada peradilan militer untuk pelanggaran hukum pidana militer, namun akan tunduk pada peradilan umum jika melanggar hukum pidana umum.

Sedangkan Pasal 74 menyatakan ketentuan Pasal 65 berlaku ketika undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.

Menurut Al Araf, jika Pasal 74 yang dihapus, maka Pasal 65 secara otomatis akan berlaku, memungkinkan prajurit yang melanggar hukum pidana umum untuk diadili di peradilan umum.

Sebagai contoh, Al Araf menyoroti kasus penembakan yang menewaskan seorang pengusaha rental di Tangerang, yang menurutnya, akan lebih tepat jika dibawa ke peradilan umum bila Pasal 74 dihapus.

Di sisi lain, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, menjamin bahwa revisi UU TNI tidak akan mengembalikan praktik Orde Baru, asalkan Pasal 39 dalam RUU tersebut tidak diubah.

Pasal ini melarang prajurit aktif menduduki posisi sipil.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Nurul Arifin, mengkritik dua pakar yang diundang dalam RDPU, yakni Al Araf dan Direktur Riset Setara Institut, Ismail Hasani, yang menurutnya tidak memberikan masukan yang seimbang terhadap RUU TNI dan Polri.

(cn/a)

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru