JAKARTA -Persoalan status tanah ulayat di Nagari Inderapura, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat kembali mencuat ke permukaan.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, secara langsung membawa aspirasi masyarakat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menuntut keadilan dan perlindungan hukum bagi warga yang telah lama mengelola lahan tersebut.
Dalam pertemuan dengan Menteri dan Wakil Menteri Kehutanan, Andre mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada tiga warga Inderapura yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Barat karena dianggap menggarap kawasan hutan lindung
. Ironisnya, jumlah ini berpotensi bertambah secara signifikan.
"Informasi dari Pak Kapolda dan Wakapolda, akan menyusul sekitar 50 orang lagi, dan ini bisa terus berkembang menjadi ribuan," ujar Andre dalam keterangan tertulis, Jumat (9/5/2025).
Andre menjelaskan bahwa konflik bermula saat kawasan hutan lindung untuk proyek PLTA di Riau dialihkan ke wilayah Inderapura dan Tapak, tanpa mempertimbangkan keberadaan masyarakat adat yang telah menghuni dan mengelola lahan itu selama puluhan tahun.
"Sejak tahun 1990-an, masyarakat sudah menanam sawit di kawasan tersebut. Bahkan, ninik mamak saat itu mendukung perusahaan HGU, Incasi Raya, untuk melakukan budidaya sawit," jelasnya.
Namun setelah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, kawasan yang telah dikelola warga turun-temurun tersebut tiba-tiba dikategorikan sebagai hutan lindung.
Dampaknya, aktivitas pertanian masyarakat dianggap ilegal, dan warga mulai dihadapkan pada ancaman pidana.
"Ini adalah krisis keadilan. Bagaimana mungkin tanah yang sudah dikelola sejak sebelum Indonesia merdeka bisa tiba-tiba berubah status tanpa sepengetahuan masyarakat?" tegas Andre.
"Negara seharusnya hadir untuk melindungi rakyat, bukan malah memenjarakan mereka."