BREAKING NEWS
Senin, 07 Juli 2025

Pengamat: OTT di Sumut Pertanda Erosi Pengaruh Kekuasaan Jokowi

Tim Redaksi - Senin, 30 Juni 2025 08:23 WIB
340 view
Pengamat: OTT di Sumut Pertanda Erosi Pengaruh Kekuasaan Jokowi
Kadis PUPR Sumut TOPG (foto: ist)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

MEDAN – Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, dan sejumlah pejabat serta kontraktor terkait proyek jalan senilai Rp231,8 miliar, bukan hanya membuka potensi tindak pidana korupsi. Tetapi, ini juga menjadi realitas telah terjadinya pergeseran kekuasaan politik pasca-era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menjawab pertanyaan jurnalis, Shohibul Anshor Siregar, pengamat politik Sumut menduga, OTT ini menandai erosi pengaruh politik jaringan kekuasaan Jokowi, termasuk yang terwakili oleh menantunya, yakni Gubernur Sumut Bobby Nasution.

Menurut Siregar, meskipun Gibran Rakabuming Raka menjabat sebagai Wakil Presiden 2024–2029, struktur kekuasaan kini berada di tangan Presiden Prabowo Subianto—tokoh dengan basis kekuatan politik berbeda. Dalam lanskap baru ini, figur-figur dari era Jokowi tak lagi memiliki daya proteksi sekuat sebelumnya, dan mulai terbuka terhadap tindakan hukum yang sebelumnya sulit dijangkau.

Baca Juga:

Teori Follow the Money: Jejak Dana, Arah Kuasa

Shohibul Anshor Siregar menjelaskan, dalam analisis korupsi, pendekatan follow the money bukan hanya alat investigative. Tapi, ini juga menjadi kerangka membaca bagaimana kekuasaan dipertukarkan melalui uang. Menurut teori ini, aliran uang dalam skema korupsi bukan sekadar praktik individu, melainkan bagian dari sistem patron-klien di dalam birokrasi dan politik.

Baca Juga:

Konstruksi perkara yang dipaparkan KPK menunjukkan hal itu. Sebagai Kadis PUPR, Topan Obaja Putra Ginting diduga memerintahkan bawahannya (RES) untuk menunjuk penyedia proyek tanpa prosedur, yakni PT DNG milik M. Akhirun Efendi Siregar (KIR).

Proyek-proyek strategis yang ditangani memiliki nilai ratusan miliar rupiah. Uang mengalir tidak hanya untuk memperlancar administrasi e-catalog, tetapi juga untuk menjaga "komitmen", sebagaimana terungkap adanya transfer uang dan penerimaan tunai senilai ratusan juta rupiah.

Proyek tidak hanya dikuasai di tingkat Pemprov, tetapi juga Satker Jalan Nasional, yang memperluas jejaring permainan anggaran dari tingkat provinsi ke kementerian.

Dalam konteks ini, pelaku di lapangan sangat mungkin bukan aktor utama, melainkan operator dari sistem kekuasaan yang lebih besar. Sebagaimana yang sering terjadi dalam teori dan praktik politik korupsi, banyak pelaku merasa berani karena merasa mendapat restu atau perlindungan tidak langsung dari atasan atau tokoh yang lebih kuat.

Psikologi Kekuasaan dan Rasa Aman Palsu

Shohibul menjelaskan, psikologi politik dalam korupsi juga berbicara tentang delusi impunitas—anggapan bahwa selama berada dalam lingkar kekuasaan, tindakan melanggar hukum akan dilindungi atau tidak disentuh penegakan hukum.

OTT ini membalikkan anggapan itu. Bahwa aktor seperti TOP dan RES, yang sebelumnya mungkin merasa "aman" karena dekat dengan figur politisi nasional. Tapi kini terjungkal ketika keseimbangan kekuasaan di pusat berubah.

Kasus ini mengingatkan pada OTT serupa di masa lalu seperti OTT Bupati Kutai Timur 2020. Di mana keterlibatan keluarga dan jejaring partai membentuk korupsi terstruktur. Dan kasus e-KTP: dengan aliran uang mencapai elit DPR, tetapi banyak yang terlindungi selama peta kekuasaan tidak berubah.

Dari Proyek Jalan ke Jalan Sunyi Reformasi

KPK menekankan bahwa ini baru pintu masuk. Dengan nilai proyek Rp231,8 miliar yang baru terungkap di tahap awal, sangat mungkin masih ada proyek lain yang terkait dengan pola serupa. Ini menandakan adanya jaringan yang lebih luas.

Melalui OTT ini, publik disadarkan kembali bahwa korupsi bukan sekadar tindakan individu, melainkan sistemik dan terstruktur secara sosial, ekonomi, dan politik. Maka, pemberantasan korupsi membutuhkan bukan hanya penangkapan, tapi rekonstruksi sistem birokrasi, pengadaan, dan terutama—akuntabilitas politik.

Jejak Uang Adalah Jejak Kekuasaan

Dengan memetakan aliran uang dalam OTT ini, jelas Shohibul, publik dapat melihat bukan hanya siapa yang menerima dan memberi, tetapi siapa yang selama ini merasa dilindungi oleh kekuasaan. Jika benar OTT ini menggoyahkan tokoh dekat Bobby Nasution, maka pesan politiknya jelas: di era Prabowo, konfigurasi proteksi politik berubah.

"KPK membuka satu pintu. Namun publik dan jurnalis harus mengikuti uang itu lebih jauh. Karena jejak dana adalah peta paling jujur tentang bagaimana kekuasaan dijalankan dan diwariskan," jelas Shohibul.*

Editor
: Redaksi
Tags
beritaTerkait
Shohibul Anshor Siregar: Medan 435 Tahun, Demokrasi Tanpa Gigi dan Pengkhianatan Konstitusi
Keterlibatan Bobby Nasution dalam Proyek Jalan yang Jadi Ajang Korupsi
Shohibul Anshor Siregar: Penunjukan Prabowo di PSSI Pertanda Suram Masa Depan Sepak Bola Indonesia
Shohibul: Dekolonisasi Pemikiran dan Rekonstruksi Asketisme Intelektual, Tantangan Besar Dunia Kampus dan Bangsa
Klaim Empat Pulau Aceh Masuk Sumut, Shohibul Anshor Siregar: Abainya Kemendagri Ancam Kedaulatan Wilayah
Dosen UMSU: Legislator Sumut Hadapi "Medan Tempur" Oligarki dan Jebakan Ekonomi Kolonial
komentar
beritaTerbaru