BREAKING NEWS
Minggu, 27 Juli 2025

Honorarium Ilegal Rp2,5 Miliar di Wajo, Praktisi Hukum: Harus Diusut Tuntas, Bukan Hanya Dikembalikan

Ronald Harahap - Jumat, 11 Juli 2025 00:18 WIB
133 view
Honorarium Ilegal Rp2,5 Miliar di Wajo, Praktisi Hukum: Harus Diusut Tuntas, Bukan Hanya Dikembalikan
Ilustrasi. (foto: ist/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

WAJO — Temuan kelebihan pembayaran honorarium sebesar Rp2,5 miliar kepada 170 Aparatur Sipil Negara/ASN di lingkup Pemerintah Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, menuai sorotan luas dari publik dan kalangan praktisi hukum.

Dugaan pelanggaran tersebut dinilai tidak bisa diselesaikan hanya dengan mekanisme pengembalian, tetapi harus ditindaklanjuti secara hukum karena berpotensi merugikan keuangan negara.

Temuan ini tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP Badan Pemeriksa Keuangan/BPK Sulsel tertanggal 3 Juni 2025, yang mengungkap adanya pembayaran honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan di tiga OPD, Inspektorat Wajo, BPKPD Wajo, dan Bappelitbangda Wajo, tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.

Baca Juga:

Lebih dari itu, tercatat sebanyak 27 auditor dan 23 pengawas penyelenggara urusan pemerintahan daerah/PPUPD di Inspektorat Wajo turut menerima honorarium, meskipun tidak berwenang secara regulatif.

Baca Juga:

Daftar Pejabat Tinggi yang Terlibat dan Wajib Kembalikan Dana.

Praktisi hukum Farid Mamma, SH, MH menilai kasus ini tidak boleh dilihat sebagai kesalahan administratif semata.

Ia menegaskan pentingnya penelusuran lebih lanjut terhadap siapa yang menyetujui dan membagi honor tersebut.

"Ini bukan soal administrasi belaka, tetapi ada indikasi kuat penyalahgunaan jabatan. Pengembalian dana tidak menghapus unsur pidananya jika dilakukan secara sengaja," tegas Farid, Rabu, 9 Juli 2025.

Ia merujuk pada ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang dimilikinya, dapat dijerat hukum.

Ketua Yayasan Bantuan Hukum MIM, Hadi Soetrisno, SH turut menyampaikan keprihatinannya.

Ia menyoroti lemahnya fungsi pengawasan internal, terutama saat pejabat pengawas justru ikut menerima dana yang bermasalah.

"Jika auditor ikut menerima, maka akuntabilitas pengawasan perlu dievaluasi total. Ini sangat mencederai kepercayaan masyarakat," ujar Hadi.

Ia juga menambahkan, isu-isu terkait praktik "pengondisian audit" atau "jual beli surat bebas temuan" yang selama ini santer beredar patut ditindaklanjuti bila ingin menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, besaran honor yang diterima oleh sejumlah pejabat di Inspektorat Wajo terbilang signifikan, yakni:

- Penanggung jawab: Rp1.800.000 per kegiatan

- Ketua tim: Rp325.000 per har

- Anggota tim: Rp275.000 per hari

- Pengendali teknis dan supervisor: Rp300.000 per hari

Jika digabungkan dengan gaji dan Tambahan Penghasilan Pegawai/TPP, maka alokasi APBD yang digunakan cukup besar.

Namun sayangnya, kinerja pengawasan justru menuai pertanyaan karena keterlibatan pengawas dalam praktik yang diduga menyalahi aturan.

Bupati Wajo, Andi Rosman, disebut telah menginstruksikan pengembalian kelebihan pembayaran melalui surat kepada masing-masing kepala OPD.

Namun hingga saat ini, belum semua ASN mengembalikan dana tersebut.

Farid Mamma menekankan, jika dalam 60 hari tak ada perkembangan signifikan, maka BPK wajib menyerahkan temuan ini ke aparat penegak hukum.

"Pengembalian bukan akhir dari masalah. Harus ada langkah hukum agar praktik serupa tidak terulang. Negara tak boleh memberi ruang kompromi pada penyalahgunaan anggaran," pungkasnya.*

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
komentar
beritaTerbaru