JAKARTA – Ketua Komnas HAM, Anisa Hidayah, kembali menyerukan urgensi percepatan revisi Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Seruan ini mencuat menyusul tingginya angka pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam proses penegakan hukum di Indonesia, terutama oleh aparat kepolisian.
"Revisi KUHAP ini harus menjamin hadirnya sistem hukum yang modern dan berperspektif HAM," tegas Anisa dalam diskusi publik bertajuk "Revisi KUHAP dan Jaminan HAM", di Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Anisa menyebut bahwa pola pelanggaran yang berulang ini menuntut adanya perubahan paradigma dalam sistem hukum pidana Indonesia, khususnya terkait akuntabilitas dan perlindungan warga negara.
Komnas HAM menekankan bahwa revisi KUHAP harus mengakomodasi beberapa poin penting berikut:
- Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum
- Penguatan hak tersangka dan terdakwa, termasuk hak atas pendampingan hukum sejak awal
- Pemberlakuan sanksi tegas terhadap aparat yang terbukti melanggar HAM
- Optimalisasi peran lembaga pengawas eksternal, seperti Komnas HAM dan Ombudsman RI
"Revisi KUHAP bukan hanya soal hukum, tapi juga tentang komitmen negara dalam melindungi hak-hak dasar warganya," ujar Anisa.
Komnas HAM mendesak DPR RI dan pemerintah agar segera memprioritaskan pembahasan RUU KUHAP.
Menurut Anisa, sistem hukum yang adil dan berperspektif HAM tidak bisa lagi ditunda di tengah kondisi kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum yang terus menurun.
"Kalau KUHAP tidak segera direvisi, kita mempertaruhkan fondasi keadilan bagi masyarakat sipil," pungkasnya.
Komnas HAM juga menyoroti pentingnya reformasi menyeluruh dalam tubuh kepolisian.
Data pelanggaran menunjukkan bahwa aparat kerap menjadi pelaku utama penyimpangan dalam proses hukum, mulai dari level penyelidikan hingga persidangan.
Masyarakat kini menanti langkah konkret pemerintah dalam membangun sistem peradilan pidana yang adil, transparan, dan selaras dengan prinsip-prinsip HAM internasional.*