WASHINGTON DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menanggapi laporan intelijen yang menyebutkan bahwa serangan udara AS ke fasilitas nuklir Iran tidak sepenuhnya berhasil menghentikan program nuklir negara tersebut.
Pernyataan Trump muncul di tengah sorotan media terkait keberhasilan serangan yang diklaim menghancurkan situs strategis milik Teheran.
Laporan awal yang pertama kali diungkap oleh CNN, menyebutkan bahwa Iran diduga telah memindahkan sekitar 400 kilogram uranium yang diperkaya ke lokasi lain sebelum serangan dilakukan pada Sabtu (21/6). Uranium tersebut memiliki tingkat pengayaan hingga 60%, jauh di atas standar sipil.
Namun, Trump membantah laporan itu dan menyerang CNN melalui platform media sosialnya, Truth Social, dengan menyebut laporan tersebut sebagai "bohong" dan menuntut pemecatan jurnalis yang terlibat. Ia menegaskan bahwa serangan udara tersebut merupakan penghancuran besar-besaran terhadap infrastruktur nuklir Iran.
"Kami menjatuhkan 14 bom GBU-57 ke jantung fasilitas nuklir mereka. Tidak ada yang tersisa selain puing-puing," tegas Trump.
Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan kepada Fox News bahwa tidak ada bukti bahwa uranium telah dipindahkan sebelum serangan. Ia juga menyebut bahwa fasilitas penyimpanan uranium kini terkubur jauh di bawah puing-puing.
Wakil Presiden JD Vance terdengar lebih berhati-hati. Dalam wawancara dengan ABC News, ia mengatakan:
"Kami akan bekerja dalam beberapa minggu ke depan untuk memastikan penanganan bahan tersebut."
Sementara itu, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menyatakan kehilangan visibilitas terhadap uranium Iran sejak konflik memuncak. Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi menyebut bahwa pihaknya tidak ingin berspekulasi apakah uranium telah dipindahkan atau disembunyikan.
"Kami belum memiliki informasi pasti. Yang jelas, pengawasan kami terganggu," ujar Grossi kepada France 2.
Kepala CIA John Ratcliffe dalam pernyataan resminya menyebut bahwa sumber intelijen yang dapat dipercaya menunjukkan kerusakan besar pada beberapa fasilitas nuklir utama Iran, yang diperkirakan akan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dipulihkan.
Trump juga mengumumkan bahwa Menteri Pertahanan Pete Hegseth akan menggelar konferensi pers pada Kamis pagi (waktu AS) untuk membela kredibilitas operasi dan para pilot yang terlibat dalam serangan tersebut.
Pemerintah Iran sendiri mengakui kerusakan parah di fasilitas nuklir mereka. Namun, hingga kini, IAEA belum menemukan bukti bahwa Iran secara aktif membangun senjata nuklir. Sebaliknya, Israel diketahui memiliki senjata nuklir, walau tidak pernah secara resmi dikonfirmasi.
Amerika Serikat tetap menjadi satu-satunya negara di dunia yang pernah menggunakan senjata nuklir dalam perang.*