JAWA BARAT - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan setelah muncul kasus keracunan di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah dan Garut, Jawa Barat. Temuan terbaru menunjukkan bahwa sejumlah dapur penyedia MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) masih jauh dari standar higienis.
Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari mengungkapkan, data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan bahwa sebagian besar kasus keracunan pada periode Agustus–September 2025 terjadi di SPPG yang baru beroperasi."Data BPOM menunjukkan 9 dari 10 SPPG yang melaporkan insiden keracunan pangan adalah SPPG yang baru beroperasi kurang dari 1 bulan. Jadi memang ada sisi-sisi rentannya," ujar Qodari di Kantor KSP, Jakarta, Senin (22/9).
Qodari menambahkan, hasil uji sampel acak menunjukkan beberapa SPPG belum memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) dari Kementerian Kesehatan."Dari 8.583 SPPG per 22 September, hanya 34 yang sudah memiliki SLHS. Sementara 8.549 SPPG lainnya belum memiliki sertifikasi tersebut," jelasnya.
Meski banyak catatan, pemerintah memastikan program MBG tetap diperluas. Qodari menyarankan agar perekrutan mitra dapur dilakukan lebih transparan kepada masyarakat untuk menekan potensi pungutan liar (pungli) sekaligus meningkatkan standar layanan."Kalau ada pungli pada SPPG, maka alokasi angka Rp10 ribu untuk bahan pangan bisa berkurang tergantung berapa punglinya. Ujungnya, kualitas gizi dan bahan menurun sehingga risiko keracunan meningkat," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah meninjau langsung pelaksanaan MBG di sejumlah daerah, termasuk di Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pemerintah berkomitmen memperkuat pengawasan agar insiden serupa tidak kembali terulang.*(j006)