BREAKING NEWS
Minggu, 27 Juli 2025

BPKN RI Minta Penguatan UU Perlindungan Data Pribadi di Tengah Isu Transfer Data WNI ke AS

Ida Bagus Wedha - Sabtu, 26 Juli 2025 13:13 WIB
66 view
BPKN RI Minta Penguatan UU Perlindungan Data Pribadi di Tengah Isu Transfer Data WNI ke AS
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Mufti Mubarok (foto: gus wedha/bitv)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA – Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Mufti Mubarok, menekankan pentingnya penguatan pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), baik di dalam negeri maupun dalam kerja sama lintas negara.

Pernyataan ini menyikapi isu transfer data Warga Negara Indonesia (WNI) ke Amerika Serikat, yang mencuat usai kesepakatan bilateral antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump.

"Sebagai WNI memang perlu khawatir jika data pribadi kita dikuasai bebas oleh Amerika, tapi jangan buru-buru menyimpulkan. Transfer data harus tunduk pada UU PDP, termasuk persetujuan subjek data dan mekanisme pengamanan yang ketat," ujar Mufti dalam keterangan tertulis, Jumat (25/7/2025).

Baca Juga:

Ia menjelaskan bahwa tidak ada satu pun klausul resmi yang menyatakan Indonesia "menyerahkan" data pribadi secara bebas ke Amerika Serikat. Yang ada adalah pengakuan bahwa AS memiliki sistem perlindungan data yang memadai, sehingga transfer data dapat dilakukan secara legal dan terbatas, terutama dalam layanan seperti cloud service, fintech, e-commerce, dan aktivitas ekonomi digital lainnya.

Mufti menjabarkan, UU PDP No. 27 Tahun 2022 secara tegas mengatur bahwa pengiriman data ke luar negeri hanya boleh dilakukan apabila:

Baca Juga:

Negara tujuan memiliki perlindungan data yang setara atau lebih tinggi.

Terdapat perjanjian hukum yang mengikat antara pengirim dan penerima data.

Jika kedua hal di atas tidak ada, maka harus ada persetujuan eksplisit dari subjek data.

"Artinya, data pribadi tidak bisa sembarangan dipindahkan ke luar negeri, apalagi dikuasai bebas oleh entitas asing," tegasnya.

Mufti juga mengingatkan, data bukanlah barang dagangan yang bebas diperjualbelikan dalam perjanjian perdagangan. Dalam konteks digital, pengakuan hukum antarnegara diperlukan agar perusahaan global seperti Google, Meta, atau AWS tetap bisa beroperasi legal di Indonesia.

"Contohnya, transaksi lewat e-commerce yang server-nya ada di Amerika — itu sudah termasuk transfer data pribadi. Tanpa dasar hukum, itu bisa melanggar UU," jelasnya.

Meski transfer data bisa mendukung arus dagang digital, Mufti menekankan bahwa pengawasan terhadap implementasi perjanjian ini tetap harus diperkuat.

"Pemerintah harus diawasi bersama. Pengakuan legal bukan cek kosong. Masyarakat, akademisi, dan lembaga pengawas harus ikut serta mengawal implementasinya," pungkasnya.*

Editor
: Justin Nova
Tags
komentar
beritaTerbaru