BREAKING NEWS
Minggu, 19 Oktober 2025

Bank Tanah dan Eks-HGU: Aset Publik Dan Kepentingan Privat

Redaksi - Kamis, 15 Mei 2025 14:48 WIB
Bank Tanah dan Eks-HGU: Aset Publik Dan Kepentingan Privat
Ilustrasi
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Proyek perumahan yang dibangun di atas lahan eks-HGU tanpa mekanisme alih hak yang sah menimbulkan kerugian yang cukup besar, baik bagi negara maupun masyarakat. Dalam beberapa kasus, pembangunan tersebut tidak didahului dengan proses pengalihan status lahan yang jelas. Hal ini terbukti dari laporan Ombudsman yang mencatat bahwa proses legalisasi tanah menjadi HGB di atas lahan eks-HGU seringkali tidak transparan dan melibatkan konflik kepentingan.

Sebagai contoh, perusahaan developer PT XYZ yang mengembangkan lahan perumahan di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2019, sempat dikritik karena tidak memiliki izin resmi untuk mengelola tanah tersebut. Masyarakat yang tinggal di area sekitar juga mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam proses konsultasi yang seharusnya dilakukan dalam program redistribusi tanah negara.

Perbandingan Hukum: Pengelolaan Tanah Negara di Negara Lain

Dalam membandingkan pengelolaan tanah negara, kita bisa melihat beberapa negara yang memiliki pengalaman serupa dalam menangani eks-HGU atau tanah negara. Dua negara yang bisa dijadikan referensi dalam hal ini adalah Brasil dan Filipina.

1. Brasil: Reforma Agraria yang Lebih Transparan Brasil memiliki Instituto Nacional de Colonização e Reforma Agrária (INCRA) yang bertugas mengelola tanah negara, terutama tanah-tanah yang sebelumnya dimiliki oleh perusahaan besar atau HGU yang telah habis masa berlakunya. INCRA bertindak tidak hanya sebagai badan administratif tetapi juga memiliki fungsi pengawasan sosial untuk memastikan redistribusi tanah dilakukan dengan adil. Reforma agraria di Brasil juga diatur dengan sangat jelas dalam Konstitusi Brasil (Pasal 184-191), yang memastikan bahwa tanah negara digunakan untuk kepentingan rakyat, dan penyalahgunaan oleh pihak swasta akan dikenakan sanksi tegas.

Dalam hal perumahan, Brasil memiliki pemerintah lokal yang aktif mengontrol peralihan status tanah negara ke HGB atau sertifikat perumahan, sehingga masyarakat tidak bisa sembarangan membeli tanah dari developer tanpa memeriksa legalitasnya terlebih dahulu. Pendekatan ini memastikan bahwa tanah negara tidak jatuh ke tangan pengembang besar tanpa tujuan sosial yang jelas.

2. Filipina: Pendekatan Hukum Agraria yang Kritis Filipina, melalui Department of Agrarian Reform (DAR), telah berulang kali menghadapi masalah serupa terkait pengalihan tanah negara dan eks-HGU. Sistem mereka mirip dengan Indonesia, namun dalam praktiknya, mereka lebih mengedepankan keterlibatan masyarakat dalam keputusan terkait tanah negara. Di Filipina, setiap program pengalihan tanah harus melibatkan komunitas lokal yang berpotensi mendapat manfaat dari redistribusi tanah, dan badan pemerintah harus melakukan verifikasi terhadap status tanah yang akan dialihkan ke sektor swasta.

Proses hukum yang sangat transparan ini tidak hanya memberi hak kepada petani atau warga miskin, tetapi juga mempersempit ruang bagi praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum pemerintahan dan pengembang. Sebagai contoh, dalam sebuah kasus yang terjadi pada tahun 2018, tanah negara yang sebelumnya dikelola oleh perusahaan besar di pulau Mindanao dikembalikan ke petani dengan proses hukum yang sangat terbuka, yang mendapat apresiasi dari organisasi masyarakat sipil.

B. Perbandingan Hukum Indonesia dengan Brasil dan Filipina

Melihat perbandingan hukum ini, Indonesia memiliki banyak peluang untuk belajar dari sistem di Brasil dan Filipina. Proses legalisasi tanah eks-HGU seharusnya tidak hanya dijalankan oleh ATR/BPN secara administratif, tetapi harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat yang memiliki hak atas tanah tersebut. Keterbukaan dan transparansi dalam pengelolaan tanah negara harus menjadi prinsip utama agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pihak swasta atau pengembang.

Selain itu, negara harus menegakkan akuntabilitas dalam pengelolaan tanah negara, dengan memastikan bahwa lahan yang sudah dikategorikan tanah negara bebas benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan bukan untuk kepentingan korporasi atau individu tertentu yang memiliki akses lebih besar terhadap pengambil keputusan. KPK, Ombudsman, dan BPK perlu terlibat lebih aktif dalam audit dan pengawasan terhadap seluruh proses pengalihan status tanah ini.

Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Eks-HGU PTPN di Sumatera Utara

Editor
:
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru