BREAKING NEWS
Minggu, 27 Juli 2025

Macron di Indonesia: Mengurai Ambisi Strategis Prancis dan Paradoks Pertahanan Jakarta di Bawah Bayangan Sejarah yang Diabaikan

BITV Admin - Kamis, 29 Mei 2025 16:25 WIB
286 view
Macron di Indonesia: Mengurai Ambisi Strategis Prancis dan Paradoks Pertahanan Jakarta di Bawah Bayangan Sejarah yang Diabaikan
Shohibul Anshor Siregar
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh Shohibul Anshor Siregar

KUNJUNGAN Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia pada akhir Mei 2025 ini, menandai babak baru dalam hubungan bilateral. Langkah ini berlangsung di tengah lanskap geopolitik Indo-Pasifik yang kompleks.

Kawasan ini, poros gravitasi strategis abad ke-21, ditandai persaingan kekuatan besar, pertumbuhan ekonomi pesat, dan peningkatan belanja militer.

Baca Juga:

Dalam arena ini, Prancis berupaya memperkuat posisi serta pengaruhnya. Sedang Indonesia, berbekal kapasitas strategis dan demografis signifikan, menavigasi bentangan yang kian rumit ini.

Kunjungan ini membawa ironi historis yang tajam. Indonesia, negeri yang pernah diduduki Prancis (1806-1811), sesungguhnya memiliki "luka sejarah" terkait masa kolonial yang mestinya diaudit bahkan untuk gugatan reparasi.

Baca Juga:

Penjajahan Prancis meninggalkan catatan pahit akibat kebijakan keras Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Pada 1806, Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Louis Napoleon, sebagai penguasa Belanda, yang kemudian menunjuk Daendels pada 1808.

Inggris menginvasi Jawa pada 1811 dan mengalahkan Prancis. Daendels dikenal karena kepemimpinannya yang otoriter dan pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Kebijakan Prancis juga membatasi kekuasaan raja-raja Jawa dan mengganti bupati menjadi pegawai yang digaji. Meskipun singkat, penjajahan ini membawa perubahan politik dan sosial penting di Jawa, menjadikannya bagian dari sejarah yang relevan hingga kini.

Alih-alih menuntut perlakuan adil atas masa lalu ini, justru Indonesia malah mensubordinasikan diri kepada negara mantan penjajah tersebut demi kepentingan bisnis persenjataan mereka. Pengadaan alutsista mahal ini dinilai sangat jauh dari keniscayaan kepentingan perjuangan Indonesia saat ini, terlebih dalam mengatasi kemiskinan struktural yang dialami negara-negara Selatan secara merata.

Membedah interaksi ini membutuhkan tiga lensa teori Hubungan Internasional: Realisme, Liberalisme, dan Geopolitik Kritis.

Pertama, Realisme; memandang sistem internasional anarkis. Di sini, negara ialah aktor utama rasional, mengejar kepentingan nasional, utamanya kekuasaan dan keamanan. Kerja sama dipandang instrumental, didorong pertimbangan keamanan, keseimbangan kekuatan, atau akumulasi kemampuan militer.

Kunjungan Macron, berfokus pada penjualan alutsista dan kerja sama pertahanan, Prancis bertujuan memproyeksikan kekuatan dan memperluas pasar industri pertahanan. Bagi Indonesia, pembelian alutsista ialah upaya meningkatkan kapasitas pertahanan dalam sistem kompetitif.

Kedua, Liberalisme; menyoroti potensi kerja sama, institusi internasional, dan nilai-nilai bersama mencapai perdamaian dan kemakmuran. Teori ini mengemukakan, interdependensi ekonomi, diplomasi multilateral, dan promosi nilai universal mengurangi konflik serta mendorong keuntungan bersama.

Editor
: Abyadi Siregar
Tags
komentar
beritaTerbaru