BREAKING NEWS
Selasa, 14 Oktober 2025

Ekonomi Tumbuh, Tapi Anak Muda Tetap Nganggur: Ada Apa dengan Indonesia?

Abyadi Siregar - Kamis, 09 Oktober 2025 08:27 WIB
Ekonomi Tumbuh, Tapi Anak Muda Tetap Nganggur: Ada Apa dengan Indonesia?
Laporan terbaru Bank Dunia bertajuk “East Asia and The Pacific Economic Update October 2025: Jobs" menyatakan anak muda Indonesia semakin sulit mendapatkan pekerjaan (Foto: CNN Indonesia/Adi Ibrahim)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA — Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil di kisaran 5 persen dalam beberapa tahun terakhir ternyata belum mampu menciptakan lapangan kerja baru secara signifikan.

Pada kuartal II-2025, ekonomi nasional tumbuh 5,12 persen dengan nilai investasi mencapai Rp477,7 triliun. Namun, jutaan warga masih kesulitan mendapatkan pekerjaan layak dan berpenghasilan tetap.

Laporan terbaru Bank Dunia bertajuk "East Asia and The Pacific Economic Update October 2025: Jobs" mengungkapkan, anak muda Indonesia kini semakin sulit memperoleh pekerjaan formal. Bahkan, satu dari tujuh anak muda di Indonesiatercatat menganggur.

Baca Juga:

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menilai kondisi tersebut mencerminkan fenomena jobless growth — pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti penciptaan lapangan kerja yang memadai.

"Pertumbuhan ekonomi kita tidak sebanding dengan penciptaan pekerjaan baru. Ini adalah sinyal bahaya bagi masa depan ekonomi, terutama bagi kelompok usia produktif," ujarnya.

Ronny menjelaskan, sekitar 30–35 persen angkatan kerja Indonesia termasuk kategori rentan — bekerja tanpa upah, berusaha sendiri, atau di sektor informal tanpa jaminan sosial. Hingga 2024, proporsi pekerja informal masih di atas 58 persen, angka yang hampir tidak berubah selama satu dekade.

"Sebagian besar warga memang bekerja, tapi tanpa kepastian pendapatan, perlindungan sosial, atau akses ke pekerjaan layak," tambahnya.

Sektor industri manufaktur yang selama ini menjadi tulang punggung penciptaan lapangan kerja padat karya terus mengalami pelemahan. Porsi tenaga kerja di sektor ini turun dari 15 persen pada 2012 menjadi hanya 13 persen pada 2023.

Sebaliknya, sektor jasa tumbuh pesat, namun didominasi pekerjaan berproduktivitas rendah seperti perdagangan kecil dan jasa pribadi. Fenomena ini disebut Ronny sebagai tanda premature tertiarization — pergeseran ke sektor jasa sebelum industri mencapai kematangan.

"Ini juga menandakan premature deindustrialisation, di mana negara kehilangan basis manufakturnya terlalu cepat sebelum mencapai pendapatan tinggi. Indonesia tampaknya menuju arah itu," ungkapnya.

Ronny menilai arah kebijakan ekonomi selama satu dekade terakhir terlalu menitikberatkan pada stabilitas makro — menjaga defisit di bawah 3 persen PDB dan inflasi rendah — namun kurang memberi ruang bagi ekspansi fiskal dan investasi publik yang menciptakan kerja.

Selain itu, kemajuan teknologi dan otomasi memperdalam dilema pasar kerja. Banyak perusahaan menggantikan tenaga kerja berupah rendah dengan mesin, sementara program pelatihan tenaga kerja belum optimal, meningkatkan risiko jebakan teknologi.

Jika tren ini terus berlanjut, Indonesia berpotensi kehilangan momentum bonus demografi yang diperkirakan mencapai puncaknya pada 2035.

"Fenomena ini terlihat dari maraknya pekerja platform seperti pengemudi daring, kurir, dan pekerja lepas yang berada di wilayah abu-abu antara kemandirian dan eksploitasi," ujarnya.

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai deindustrialisasi dini menjadi penyebab utama tingginya pengangguran di kalangan muda.

"Dalam satu dekade terakhir, sektor industri kehilangan kemampuan menyerap tenaga kerja besar, padahal industri adalah motor utama penciptaan kerja," kata Rendy.

Sebagian besar angkatan kerja Indonesia masih didominasi lulusan pendidikan menengah ke bawah yang cocok untuk industri padat karya. Ironisnya, justru sektor-sektor seperti tekstil, garmen, dan alas kaki yang mengalami perlambatan.

Ia juga menilai kebijakan hilirisasi pertambangan belum memberi efek besar terhadap penyerapan tenaga kerja muda.
"Lapangan kerja dari hilirisasi memang ada, tapi skalanya jauh lebih kecil dibandingkan manufaktur padat karya," jelasnya.

Akibatnya, banyak tenaga kerja muda tidak terserap pasar formal dan beralih ke sektor informal, memperlebar kesenjangan pendapatan dan menurunkan produktivitas nasional.

Selain pelemahan industri, ketidaksesuaian keterampilan (mismatch) juga menjadi hambatan utama. Banyak pencari kerja muda tidak memiliki kompetensi sesuai kebutuhan industri.

"Lowongan kerja ada, tapi keterampilan tidak sesuai. Ini masalah serius dalam struktur tenaga kerja kita," ujarnya.

Rendy mengapresiasi program Kartu Prakerja sebagai langkah positif peningkatan kompetensi tenaga kerja. Namun, menurutnya, pelatihan tanpa penciptaan lapangan kerja baru tidak akan menyelesaikan akar masalah pengangguran muda.

"Pelatihan harus diiringi strategi industrialisasi yang kuat. Tanpa itu, peserta tetap sulit terserap karena sektor penyerapnya melemah," jelasnya.

Untuk mengatasi masalah struktural pasar kerja, Rendy merekomendasikan dua langkah utama: mempercepat reindustrialisasi dan memperkuat pendidikan serta pelatihan vokasi.

"Pemerintah perlu menghidupkan kembali industri padat karya sambil memastikan tenaga kerja muda dibekali keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar," tegasnya.

Dalam jangka panjang, penguatan kemampuan di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dinilai menjadi kunci daya saing tenaga kerja muda Indonesia.

"Jika SDM kita tidak adaptif terhadap transformasi digital dan ekonomi inovatif, bonus demografi bisa berubah menjadi beban," pungkas Rendy.*

(cn/mt)

Editor
: Mass Arie
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Menkeu Baru, Purbaya Yudhi Sadewa, Tancap Gas! Ini Deretan Gebrakan Ekonomi dalam 2 Pekan
Menteri Keuangan Purbaya Uji Layanan Kring Pajak, Tanyakan Soal Coretax
Final Fantasy X Jadi Game Paling Bikin Nangis, Ini 20 Judul Favorit Gamer Jepang
Fiona Handayani Diperiksa 11 Jam di Kejagung, Klarifikasi Peran dalam Grup 'Mas Menteri Core Team'
DJP Sumut II Siap Didik Pegawai Pemko Siantar Jadi Juru Sita Pajak, Wali Kota Wesly Sambut Baik
Mensos Gus Ipul Coret 7 Juta Penerima Bansos, Alihkan ke yang Lebih Berhak
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru