Kasus ini mengingatkan pada OTT serupa di masa lalu seperti OTT Bupati Kutai Timur 2020. Di mana keterlibatan keluarga dan jejaring partai membentuk korupsi terstruktur. Dan kasus e-KTP: dengan aliran uang mencapai elit DPR, tetapi banyak yang terlindungi selama peta kekuasaan tidak berubah.
KPK menekankan bahwa ini baru pintu masuk. Dengan nilai proyek Rp231,8 miliar yang baru terungkap di tahap awal, sangat mungkin masih ada proyek lain yang terkait dengan pola serupa. Ini menandakan adanya jaringan yang lebih luas.
Melalui OTT ini, publik disadarkan kembali bahwa korupsi bukan sekadar tindakan individu, melainkan sistemik dan terstruktur secara sosial, ekonomi, dan politik. Maka, pemberantasan korupsi membutuhkan bukan hanya penangkapan, tapi rekonstruksi sistem birokrasi, pengadaan, dan terutama—akuntabilitas politik.
Dengan memetakan aliran uang dalam OTT ini, jelas Shohibul, publik dapat melihat bukan hanya siapa yang menerima dan memberi, tetapi siapa yang selama ini merasa dilindungi oleh kekuasaan. Jika benar OTT ini menggoyahkan tokoh dekat Bobby Nasution, maka pesan politiknya jelas: di era Prabowo, konfigurasi proteksi politik berubah.
"KPK membuka satu pintu. Namun publik dan jurnalis harus mengikuti uang itu lebih jauh. Karena jejak dana adalah peta paling jujur tentang bagaimana kekuasaan dijalankan dan diwariskan," jelas Shohibul.*