JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengkaji dugaan kebocoran anggaran penyelenggaraan ibadah haji yang mencapai Rp 5 triliun per tahun.
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi celah-celah kebocoran dalam sistem pengelolaan anggaranhaji dan mencegah potensi kerugian negara di masa mendatang.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa proses evaluasi akan dilakukan oleh Direktorat Monitoring.
Hasil kajian akan diserahkan langsung kepada Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) untuk perbaikan ke depan.
"Anggaran haji setiap tahun ada kebocoran sekitar Rp 5 triliun. Itu bisa dilakukan monitoring oleh Direktur Monitoring, dilakukan evaluasi," ujar Asep kepada wartawan, Rabu (1/10).
Menurut Asep, hasil evaluasi akan digunakan sebagai dasar pembentukan standar operasional prosedur (SOP) baru agar kebocoran serupa tidak terjadi dalam pelaksanaan haji tahun-tahun berikutnya.
"Misalnya terjadi fraud oleh pihak tertentu, bisa dipertimbangkan pergantian penyelenggara katering, penginapan, atau petugas haji," tambahnya.
Lebih lanjut, Asep menegaskan bahwa jika hasil monitoring menemukan indikasi korupsi, KPK tidak akan segan mengambil langkah penindakan.
"Apabila ditemukan tindak pidana korupsi, maka hasil kajian akan disampaikan ke Kedeputian Penindakan untuk ditindaklanjuti," tegasnya.
Saat ini, KPK juga tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait kuota haji.
Penyelidikan fokus pada dugaan pelanggaran Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang perbuatan merugikan keuangan negara.
"Ketika ada kerugian negara, maka kita juga sekaligus menguji sistem keuangan penyelenggaraan haji," jelas Asep.