BREAKING NEWS
Kamis, 23 Oktober 2025

Fadli Zon Klarifikasi Pernyataan Kontroversial Soal P3rkos4an Massal Mei 1998: Sejarah Harus Berdasarkan Fakta

Adelia Syafitri - Senin, 16 Juni 2025 11:33 WIB
Fadli Zon Klarifikasi Pernyataan Kontroversial Soal P3rkos4an Massal Mei 1998: Sejarah Harus Berdasarkan Fakta
Menteri Kebudayaan Fadli Zon. (foto: tangkapan layar ig @kemenkebud)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA - Menteri Kebudayaan Fadli Zon akhirnya merespons sorotan publik terkait pernyataannya yang dianggap kontroversial mengenai peristiwa kerusuhan 13-14 Mei 1998, khususnya soal perkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa.

Fadli menegaskan bahwa dirinya tidak menafikan penderitaan korban, tetapi menekankan pentingnya verifikasi akademik dan hukum dalam membicarakan sejarah.

"Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan, baik yang terjadi pada masa lalu maupun yang masih terjadi hingga kini," ujar Fadli, dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada Senin (16/6/2025).

Fadli menyatakan, pernyataannya dalam sebuah wawancara publik baru-baru ini dimaksudkan untuk mendorong kehati-hatian dalam menggunakan istilah 'perkosaan massal', yang menurutnya memiliki implikasi serius terhadap persepsi kolektif bangsa.

Ia menyebut bahwa sejumlah laporan investigatif dan hasil Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) saat itu belum menyajikan data yang konklusif, seperti nama korban, tempat kejadian, hingga pelaku.

"Liputan investigatif media ternama maupun laporan TGPF hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang kuat. Hal ini harus ditanggapi dengan kehati-hatian, agar tidak mempermalukan bangsa sendiri akibat ketidakakuratan fakta," lanjut Fadli.

Meski begitu, Fadli menegaskan kembali bahwa kekerasan seksual adalah pelanggaran nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus ditindaklanjuti dengan serius oleh semua pemangku kepentingan.

Ia menolak anggapan bahwa dirinya menyangkali adanya kekerasan seksual dalam peristiwa Mei 1998, namun menilai bahwa istilah "massal" dalam konteks tersebut masih problematik dan patut diuji kebenarannya secara akademik dan legal.

"Istilah 'massal' itu sendiri telah menjadi pokok perdebatan selama lebih dari dua dekade. Maka dari itu, penyampaian sejarah harus berpegang pada bukti yang teruji agar tidak jatuh pada simplifikasi atau manipulasi narasi," ucapnya.

Pernyataan Fadli tersebut menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk kalangan anggota DPR dan aktivis HAM, yang menyebut bahwa kesaksian korban merupakan bukti yang tak bisa dihapus dari ingatan sejarah.

Bahkan, sebagian publik mendesak agar Fadli dicopot dari posisinya sebagai Ketua Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) karena dinilai tidak sensitif terhadap trauma kolektif korban.

Dalam penutup keterangannya, Fadli meminta publik untuk melihat persoalan ini secara proporsional dan berbasis empati, seraya menegaskan bahwa pengungkapan sejarah harus jujur namun juga teliti, agar bangsa ini tak salah langkah dalam menafsirkan masa lalu.*

(km/a008)

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru