Bos Bea Cukai Respon Tegas Kritik Purbaya: Fokus Perbaiki Citra dan Hilangkan Pungli
JAKARTA, Dirjen Bea Cukai, Djaka Budi Utama, menanggapi kritik keras dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mengancam akan memb
PEMERINTAHAN
OLEH :Ervina Sari Sipahutar, S.H., M.H.
Perencanaan pembangunan daerah merupakan fondasi penting dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berkualitas. Di era desentralisasi, daerah memiliki kewenangan lebih besar untuk menentukan arah pembangunan sesuai potensi dan kebutuhan lokal. Namun, desentralisasi juga menghadirkan tantangan dalam hal keseragaman dan kualitas tata kelola perencanaan pembangunan. Standarisasi tata kelola menjadi kebutuhan mendesak agar proses perencanaan tidak hanya efektif, tetapi juga transparan dan akuntabel.
Dalam mewujudkan standarisasi tersebut, peran sistem hukum sangat vital. Sistem hukum yang dianut suatu negara secara fundamental mempengaruhi mekanisme, instrumen, dan implementasi tata kelola pembangunan daerah. Oleh karena itu, membandingkan bagaimana berbagai sistem hukum mengatur standarisasi tata kelola perencanaan pembangunan daerah menjadi langkah penting dalam mencari model terbaik yang sesuai konteks.Baca Juga:
Sistem Hukum dan Karakteristik Tata Kelola Pembangunan Daerah
Secara garis besar, dunia mengenal dua sistem hukum utama, yaitu sistem civil law dan common law, yang memiliki karakteristik berbeda dalam hal pembentukan hukum, penerapan, dan interpretasi aturan. Sistem civil law, yang banyak dianut negara-negara Eropa kontinental, termasuk Indonesia, menitikberatkan pada hukum tertulis dan regulasi yang sistematis. Regulasi formal menjadi alat utama dalam mengatur tata kelola pembangunan daerah, mulai dari pembentukan kelembagaan, proses perencanaan, hingga mekanisme evaluasi.
Dalam konteks standarisasi, sistem ini memberikan kerangka kerja yang jelas, baku, dan mengikat, sehingga setiap daerah diwajibkan mengikuti prosedur yang seragam sesuai regulasi yang berlaku. Namun, sistem civil law seringkali dikritik karena cenderung kaku dan kurang adaptif terhadap perubahan sosial dan dinamika lokal yang cepat.
Tata kelola yang sangat bergantung pada aturan tertulis terkadang mengalami kendala dalam merespon kebutuhan inovasi atau perubahan kebijakan yang mendesak. Hal ini berpotensi menghambat fleksibilitas yang dibutuhkan dalam proses perencanaan pembangunan daerah yang dinamis.Berbeda dengan civil law, sistem common law yang berkembang di negara-negara Anglo-Saxon seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Australia, lebih mengedepankan prinsip preseden dan kebebasan interpretasi pengadilan.
Dalam hal ini, standarisasi tata kelola pembangunan daerah lebih mengandalkan praktik hukum yang berkembang melalui keputusan-keputusan pengadilan dan praktek administrasi yang dinamis. Sistem common law memberikan kelembagaan ruang untuk berinovasi dan menyesuaikan standar tata kelola berdasarkan konteks dan kebutuhan lokal.
Fleksibilitas ini memungkinkan daerah lebih responsif terhadap tuntutan masyarakat dan perkembangan ekonomi sosial yang cepat, namun juga menuntut kemampuan kelembagaan yang tinggi dalam mengelola dan menerapkan hukum secara konsisten. Kelemahan sistem common law dalam konteks ini adalah potensi ketidakpastian hukum dan inkonsistensi standar di berbagai wilayah, yang dapat mengganggu sinkronisasi pembangunan nasional.
Implikasi Perbandingan Sistem Hukum bagi Standarisasi Tata Kelola
Perbandingan kedua sistem hukum ini mengungkapkan bahwa setiap sistem memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda dalam mengatur standarisasi tata kelola pembangunan daerah. Sistem civil law unggul dalam memberikan kepastian hukum, regulasi yang jelas, dan prosedur yang terstruktur sehingga memudahkan monitoring dan evaluasi.
Namun, kekakuan aturan formal dapat membatasi kemampuan daerah untuk berinovasi dan merespons perubahan sosial secara cepat. Sebaliknya, sistem common law lebih adaptif dan mendorong inovasi tata kelola melalui fleksibilitas interpretasi dan pelaksanaan hukum. Namun, tanpa adanya regulasi tertulis yang kuat dan mekanisme pengawasan yang efektif, standarisasi tata kelola rentan mengalami fragmentasi dan inkonsistensi yang dapat merugikan tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
JAKARTA, Dirjen Bea Cukai, Djaka Budi Utama, menanggapi kritik keras dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mengancam akan memb
PEMERINTAHAN
JAKARTA, Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid, menanggapi usulan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahada
POLITIK
SAMARINDA, PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) terus berkomitmen memperkuat daya saing pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di w
EKONOMI
JAKARTA Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan harga asli dari dua jenis bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang saat ini
EKONOMI
PIDIE JAYA, Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah serta Pendidikan Nonformal Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, Iskandar Muda Has
PENDIDIKAN
TAPANULI SELATAN Desa Tandihat, yang terletak di Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, kini berada dala
PEMERINTAHAN
BANDA ACEH Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Aceh, A. Malik Musa, S.H., M.Hum, mendesak Presiden Republik Indonesia untuk
PEMERINTAHAN
LANGKAT Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Muhammad Bobby Afif Nasution, menegaskan komitmen Pemerintah Provinsi Sumut untuk segera memper
PERISTIWA
BANDUNG Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menargetkan Program Penjaminan Polis (PPP) dapat mulai berlaku pada 2027, lebih cepat dari jadwa
EKONOMI
MEDAN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) melalui Dinas Kesehatan terus memperkuat penanganan kesehatan bagi korban bencana banji
KESEHATAN