BREAKING NEWS
Jumat, 25 April 2025

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Penghapusan Pasal Pembatasan Siaran Langsung Persidangan dalam RUU KUHAP

Justin Nova - Selasa, 08 April 2025 18:07 WIB
113 view
Koalisi Masyarakat Sipil Desak Penghapusan Pasal Pembatasan Siaran Langsung Persidangan dalam RUU KUHAP
Ilustrasi Kebebasan Pers.
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mendesak Komisi III DPR untuk menghapus salah satu pasal dalam RUU KUHAP yang mengatur larangan siaran langsung persidangan tanpa izin dari pengadilan.

Desakan ini disampaikan oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nany Afrida, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/4).

Menurut Nany, pasal tersebut berpotensi mengganggu kebebasan pers. "Kalau untuk kami dari AJI, kita melihat ada beberapa pasal di dalam KUHAP itu yang mengganggu kebebasan pers.

Baca Juga:

Misalnya, sidang itu tertutup, atau harus streaming, dan harus ada semacam izin dari ketua pengadilan," ujar Nany.

Nany menegaskan bahwa pembatasan akses media terhadap proses persidangan bertentangan dengan prinsip transparansi yang menjadi dasar dari kerja jurnalistik. "Kita merasa itu mengganggu kerja-kerja pers yang harusnya transparan. Kita harus tahu apa yang terjadi di dalam.

Baca Juga:

Makanya saya bersama dengan teman-teman dari koalisi, ikut mencoba supaya pasal-pasal seperti ini, yang mengganggu kerja-kerja kita sekarang, itu bisa dicopot dari situ. Kalau bisa dihapuskan," tambahnya.

Peliputan sidang oleh media, menurut Nany, merupakan bagian dari hak publik untuk mengetahui informasi tentang proses hukum, terutama ketika kasus yang disidangkan melibatkan kepentingan umum, seperti kasus korupsi. "Karena itu hak semua bangsa.

Maksudnya, itu kan ada hubungan dengan kepentingan umum ketika sebuah proses pengadilan itu terjadi. Apalagi kalau melibatkan kepentingan umum, seperti korupsi, pembunuhan berencana, dan lain-lain," ungkapnya.

Nany juga menyadari bahwa ada situasi tertentu yang mengharuskan persidangan digelar secara tertutup, seperti dalam kasus kekerasan seksual.

Namun, ia yakin bahwa jurnalis memahami batasan-batasan tersebut dan tetap berpegang pada etika peliputan. "Kecuali kalau seandainya pengadilan tentang kekerasan seksual, itu mungkin tertutup. Dan kita kan punya etika soal itu.

Aku rasa wartawan-wartawan pasti paham, dan mereka pasti nggak akan diliput," ucapnya.

Nany juga mengkritik argumen Komisi III DPR yang menyebut larangan siaran langsung diperlukan agar tidak mempengaruhi keterangan saksi. "Tapi kan kalau di luar pengadilan, mereka bisa saling ketahuan dari pengacaranya.

Editor
: Justin Nova
Tags
beritaTerkait
Penggunaan Pasal Perintangan Penyidikan untuk Direktur JAK TV Dinilai Bermasalah, Pakar: Bisa Cemari Kebebasan Pers
Revisi KUHAP Memang Sangat Urgent
Keluarga Korban Penembakan di Way Kanan Tolak Hasil Rekonstruksi: Banyak Kebohongan, Minta Sidang Terbuka
Ara Bantah Rumah Subsidi untuk Wartawan Sebagai Upaya Membungkam Pers
Bareskrim Periksa Driver Ojol Terkait Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus ke Kantor Tempo
Ariswan : Dibungkamnya Media, Hilangnya Suara Rakyat, Alarm Bahaya untuk Negeri
komentar
beritaTerbaru