
Mutasi Besar di Kejati Sumut: Kajati Idianto Diganti, Sejumlah Kajari Turut Bergeser
MEDAN Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Wakajati hingga sejumlah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di Sumatera Utara (Sumut) diganti. Berik
PemerintahanBITVONLINE.COM - Rencana pembangunan monumen Silang Hangoluan Habatahon setinggi 30 meter di Samosir, yang diklaim sebagai titik awal peradaban Batak, menuai penolakan dan perdebatan tajam dari sejumlah kalangan masyarakat, khususnya komunitas intelektual dan pemuda Batak.
Polemik ini tidak sekadar persoalan arsitektural atau religius, tetapi telah berkembang menjadi medan pertempuran simbolis atas identitas, sejarah, dan warisan kolonialisme di Tanah Batak.
Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar, menyatakan bahwa pembangunan monumen tersebut mencerminkan hegemoni simbolik kolonial yang masih berlangsung hingga hari ini.
Baca Juga:
"Salib dalam monumen itu merepresentasikan simbol agama tertentu, yakni Kristen, yang tidak bisa mewakili keseluruhan identitas kultural Batak," ungkap Shohibul.
"Banyak pihak mencurigai bahwa proyek ini memperpanjang narasi hegemonik warisan kolonial, yang secara historis menempatkan Batak sebagai identitas yang harus diseragamkan melalui kristenisasi."
Menurutnya, resistensi terhadap Silang Hangoluan merupakan manifestasi perlawanan terhadap dominasi simbolik yang telah berlangsung sejak masa kolonial Belanda dan misionaris Jerman.
Ia menyebut, kristenisasi di Tanah Batak tidak hanya berlangsung lewat pendidikan dan doktrin, tapi juga melalui kekerasan fisik dan simbolik yang menyingkirkan kepercayaan asli masyarakat Batak.
Shohibul menilai bahwa pembangunan Silang Hangoluan secara tidak langsung turut menyingkirkan minoritas dalam budaya Batak seperti komunitas Malim dan Muslim Batak, yang kerap dipinggirkan dari narasi resmi sejarah lokal.
Lebih lanjut, Shohibul menekankan pentingnya digitalisasi naskah-naskah kuno Batak sebagai bagian dari perjuangan intelektual untuk membuka cakrawala sejarah yang lebih utuh dan inklusif.
"Digitalisasi naskah Batak bukan sekadar preservasi, tetapi bentuk perlawanan simbolik. Ini cara untuk merebut kembali narasi sejarah yang selama ini dimonopoli," ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya repatriasi naskah-naskah Batak yang saat ini banyak tersimpan di lembaga asing.
Menurutnya, tanpa kedaulatan atas warisan pengetahuan, bangsa Batak akan terus menjadi objek dari narasi dominan luar.
MEDAN Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Wakajati hingga sejumlah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di Sumatera Utara (Sumut) diganti. Berik
PemerintahanJAKARTA Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Charles Sitorus, mantan Direktur Pengembangan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), dengan
Hukum dan KriminalMEDAN Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (SDABMBK) Kota Medan tengah melakukan perbaikan jalan dan drainase secara masi
PemerintahanWASHINGTON DC Pemerintahan Presiden Donald Trump resmi mulai mengirim surat pemberitahuan tarif impor kepada 10 negara sekaligus yang akan
InternasionalMEDAN Duka mendalam menyelimuti keluarga besar Reynanda Ginting, calon jaksa yang meninggal dunia saat menjalankan tugas di Kabupaten Asah
SosokSPANYOL Konferensi Internasional Keempat tentang Pembiayaan untuk Pembangunan (Fourth International Conference on Financing for Development
InternasionalJEMBRANA Satuan Polisi Air dan Udara (Sat Polairud) Polres Jembrana mengamankan satu unit sekoci milik KMP Tunu Pratama Jaya yang ditemukan
PeristiwaJAKARTA Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan bahwa pajak hiburan yang kini ramai diperbincangkan terkait olahraga padel bukanlah h
OlahragaMEDAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara yang terbongka
NasionalMADINA Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didampingi puluhan anggota kepolisian dikabarkan menggeledah rumah yang diduga milik Kepala D
Hukum dan Kriminal