BREAKING NEWS
Jumat, 04 Juli 2025

Polemik Monumen Silang Hangoluan: Konflik Simbolis & Perlawanan terhadap Hegemoni Kolonial di Tanah Batak

Abyadi Siregar - Kamis, 08 Mei 2025 07:32 WIB
232 view
Polemik Monumen Silang Hangoluan: Konflik Simbolis & Perlawanan terhadap Hegemoni Kolonial di Tanah Batak
Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar.
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

BITVONLINE.COM - Rencana pembangunan monumen Silang Hangoluan Habatahon setinggi 30 meter di Samosir, yang diklaim sebagai titik awal peradaban Batak, menuai penolakan dan perdebatan tajam dari sejumlah kalangan masyarakat, khususnya komunitas intelektual dan pemuda Batak.

Polemik ini tidak sekadar persoalan arsitektural atau religius, tetapi telah berkembang menjadi medan pertempuran simbolis atas identitas, sejarah, dan warisan kolonialisme di Tanah Batak.

Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar, menyatakan bahwa pembangunan monumen tersebut mencerminkan hegemoni simbolik kolonial yang masih berlangsung hingga hari ini.

Baca Juga:

"Salib dalam monumen itu merepresentasikan simbol agama tertentu, yakni Kristen, yang tidak bisa mewakili keseluruhan identitas kultural Batak," ungkap Shohibul.

"Banyak pihak mencurigai bahwa proyek ini memperpanjang narasi hegemonik warisan kolonial, yang secara historis menempatkan Batak sebagai identitas yang harus diseragamkan melalui kristenisasi."

Menurutnya, resistensi terhadap Silang Hangoluan merupakan manifestasi perlawanan terhadap dominasi simbolik yang telah berlangsung sejak masa kolonial Belanda dan misionaris Jerman.

Ia menyebut, kristenisasi di Tanah Batak tidak hanya berlangsung lewat pendidikan dan doktrin, tapi juga melalui kekerasan fisik dan simbolik yang menyingkirkan kepercayaan asli masyarakat Batak.

Shohibul menilai bahwa pembangunan Silang Hangoluan secara tidak langsung turut menyingkirkan minoritas dalam budaya Batak seperti komunitas Malim dan Muslim Batak, yang kerap dipinggirkan dari narasi resmi sejarah lokal.

Lebih lanjut, Shohibul menekankan pentingnya digitalisasi naskah-naskah kuno Batak sebagai bagian dari perjuangan intelektual untuk membuka cakrawala sejarah yang lebih utuh dan inklusif.

"Digitalisasi naskah Batak bukan sekadar preservasi, tetapi bentuk perlawanan simbolik. Ini cara untuk merebut kembali narasi sejarah yang selama ini dimonopoli," ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya repatriasi naskah-naskah Batak yang saat ini banyak tersimpan di lembaga asing.

Menurutnya, tanpa kedaulatan atas warisan pengetahuan, bangsa Batak akan terus menjadi objek dari narasi dominan luar.

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
beritaTerkait
Nasib Tak Setara Lembaga Adat: Pecalang Diperkuat Negara, Ulu Balang Dihapuskan
komentar
beritaTerbaru