Dalam sebuah video yang tersebar luas, Merince tampak menari sambil membawa bendera Israel bersama sejumlah warga Papua Pegunungan.
Tindakan ini memicu kontroversi dan perdebatan di ruang publik, mengingat Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan secara resmi mendukung kemerdekaan Palestina.
Tak lama setelah video itu mencuat, pihak penyelenggara Miss Indonesia 2025 memutuskan untuk mengeluarkan Merince dari kompetisi.
Keputusan ini memicu reaksi beragam, termasuk kritik yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk diskriminasi terhadap kebebasan berekspresi.
Salah satu tokoh muda Papua, Justin Renhald Mambrasar, turut angkat suara melalui akun Instagram-nya.
Ia menyayangkan keputusan panitia yang dinilai tidak mempertimbangkan konteks dan latar belakang tindakan Merince.
"Menghargai perbedaan adalah cerminan dari kedewasaan berpikir dan kematangan berdemokrasi. Selama pandangan tersebut tidak menimbulkan kekerasan, kebencian, atau pelanggaran hukum, maka itu bagian dari hak kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi," tulis Justin dalam unggahannya.
Merince Kogoya lahir di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, pada 4 Agustus 2005.
Saat ini ia berusia 19 tahun dan tercatat sebagai mahasiswi jurusan Manajemen di Universitas Cenderawasih, Jayapura.
Sejak di bangku sekolah, Merince dikenal sebagai sosok berprestasi.
Ia pernah meraih peringkat 1 saat lulus dari SD Negeri Impres Hedam Abepura dan Juara 3 Kompetisi Sains Nasional tingkat SMA tahun 2021.
Dalam bidang olahraga, ia juga menyabet sejumlah penghargaan di cabang bola basket tingkat provinsi.
Tak hanya akademik dan olahraga, Merince juga aktif dalam berbagai organisasi kampus dan gereja.
Ia menjabat sebagai Koordinator Kerohanian BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih (2024–2025), Ketua Departemen Pemberdayaan Perempuan, hingga Guru Sekolah Minggu di GKII Bethesda Abepura.
Langkah Merince di ajang Miss Indonesia 2025 terhenti karena kontroversi yang dinilai sebagian pihak sebagai bentuk ekspresi pribadi.
Meski begitu, perdebatan soal tindakan dan pemecatan Merince masih terus menjadi topik hangat di kalangan publik, khususnya warganet yang menuntut adanya keadilan dan ruang toleransi dalam menilai ekspresi individu.*