BREAKING NEWS
Senin, 28 Juli 2025

Vonis Ringan Korupsi APD COVID-19, MAKI: Melukai Keadilan, Layak Dihukum M4ti!

Adelia Syafitri - Sabtu, 07 Juni 2025 09:39 WIB
263 view
Vonis Ringan Korupsi APD COVID-19, MAKI: Melukai Keadilan, Layak Dihukum M4ti!
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA – Tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 di Kementerian Kesehatan RI dijatuhi vonis yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK.

Putusan ini memicu kemarahan publik, termasuk dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) yang menilai vonis tersebut mencederai rasa keadilan masyarakat.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyebut vonis ringan kepada ketiga terdakwa sebagai bentuk pengkhianatan terhadap negara.

Baca Juga:

Ia menilai majelis hakim layak dijatuhi sanksi oleh Mahkamah Agung (MA) karena telah mengabaikan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020, yang mengatur bahwa kerugian negara akibat korupsi di atas Rp 100 miliar harus dijatuhi hukuman seumur hidup.

"Hakimnya layak diberi sanksi oleh Mahkamah Agung karena melanggar peraturan. Ini mencederai rasa keadilan dan mengkhianati negara," tegas Boyamin, Sabtu (7/6/2025).

Baca Juga:

MAKI mendesak agar KPK segera mengajukan banding terhadap putusan tersebut.

Boyamin bahkan menilai para terdakwa layak dijatuhi hukuman mati, karena korupsi dilakukan dalam keadaan darurat bencana nasional, yaitu pandemi COVID-19.

"Ini seharusnya layak dihukum mati karena dilakukan dalam keadaan bencana. Kalau hanya divonis 3 tahun, ini sangat tidak masuk akal," ujarnya.

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dibacakan Kamis (5/6) menyatakan tiga terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Namun vonis yang dijatuhkan tergolong ringan:

Budi Sylvana, mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.

Ahmad Taufik, Dirut PT Permana Putra Mandiri, divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, serta membayar uang pengganti Rp 224,18 miliar.

Satrio Wibowo, Dirut PT Energi Kita Indonesia, divonis 11 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 59,98 miliar.

Padahal, total kerugian negara mencapai Rp 319 miliar, dan pengadaan dilakukan dalam kondisi kedaruratan nasional akibat pandemi COVID-19.

Kasus ini kembali menyoroti pentingnya penegakan hukum tegas dan konsisten terhadap tindak pidana korupsi, terutama yang dilakukan dalam situasi bencana.

Publik pun mendesak Mahkamah Agung serta Komisi Yudisial untuk menelusuri integritas hakim yang memutus perkara ini.

"Vonis ringan dalam kasus sebesar ini menunjukkan bahwa hukum belum benar-benar menjadi panglima," pungkas Boyamin.*

(d/a008)

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
komentar
beritaTerbaru