"Sistem hutan register dan konsesi yang kita warisi ini bukan sekadar peninggalan masa lalu. Tetapi sebuah struktur yang diadopsi pascakemerdekaan yang justru memfasilitasi eksploitasi sumber daya alam kita oleh aktor-aktor eksternal," ujar Shohibul Anshor Siregar kepada tim redaksi.
"Melalui lensa kritis, kita melihat bagaimana logika administratif kolonial terus dipertahankan. Meminggirkan hak-hak masyarakat adat dan membuka pintu bagi dominasi korporasi global," tambahnya.
Shohibul Anshor Siregar menjelaskan bahwa konsep hutan register, yang berakar pada kebijakan Belanda abad ke-19, memandang hutan sebagai lahan kosong (terra nullius) yang memudahkan ekstraksi sumber daya.
Sistem ini kemudian diadopsi melalui Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria dan dilanjutkan dengan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang menurutnya mengabadikan logika kolonial dan mengabaikan klaim masyarakat adat.
Teori akumulasi melalui perampasan yang dikemukakan oleh David Harvey, menurut Shohibul, sangat relevan dalam konteks ini. Konsesi hutan telah menjadi alat bagi korporasi global untuk menguasai lahan di Indonesia dengan legitimasi negara, mengulang pola eksploitasi yang terjadi di era penjajahan.
Data yang dihimpun menunjukkan bahwa, deforestasi tahunan di Indonesia mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 1,2 juta hektar antara tahun 2015 hingga 2020 (FAO, 2020). Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat deforestasi tertinggi ketiga di dunia setelah Brazil dan Republik Demokratik Kongo.
Selain itu, tumpang tindih klaim lahan, lemahnya penegakan hukum, dan dominasi korporasi dalam pemberian konsesi semakin memperburuk krisis lingkungan dan sosial.
"Sebanyak 82% konflik agraria di Indonesia antara tahun 2015 dan 2022 melibatkan konsesi hutan (Konsorsium Pembaruan Agraria, 2023)," ungkap Shohibul.
Sementara itu, di Kalimantan, 63% kawasan hutan register mengalami alih fungsi ilegal menjadi perkebunan sawit (World Resources Institute, 2021). "Ini adalah bukti nyata kegagalan sistemik dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi, ekologi, dan keadilan sosial," tegasnya.
Shohibul Anshor Siregar juga menyoroti fenomena rekolonisasi dan ekokolonialisme, di mana dominasi baru terjadi melalui kontrol atas sumber daya alam. Ia mengutip data bahwa 75% konsesi hutan produksi di Indonesia dikuasai oleh perusahaan multinasional (Greenpeace, 2022).