JAKARTA -Penyerahan dokumen ijazah milik Presiden Joko Widodo oleh adik iparnya, Wahyudi Ariyanto, ke Bareskrim Mabes Polri pada 9 Mei 2025, memicu berbagai tanggapan dari publik. Salah satu komentar kritis datang dari Roy Suryo, pakar telematika sekaligus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga.
Roy menilai penyerahan ijazah yang dilakukan tanpa mekanisme penyitaan atau pengamanan resmi sebagai tindakan yang janggal dan tidak lazim dalam proses hukum.
"Kalau serius, harusnya ada pemanggilan resmi dan penyitaan dokumen sebagai barang bukti. Ini hanya ditunjukkan begitu saja," ujar Roy.
Penyerahan dokumen ini dilakukan sebagai bagian dari proses penyelidikan atas laporan Eggi Sudjana, Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), yang mempertanyakan keaslian ijazah Presiden Jokowi dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.
Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menyampaikan bahwa penyerahan dokumen asli merupakan bentuk kerja sama Presiden untuk mendukung penyelidikan yang objektif dan terbuka.
"Kami menyerahkan semua dokumen asli sebagaimana diminta, agar penyelidikan berjalan sesuai koridor hukum," kata Yakup.
Roy Suryo menegaskan bahwa agar polemik tidak berlarut-larut, pemeriksaan ijazah oleh Laboratorium Forensik (Labfor) harus dilakukan secara ilmiah, menyeluruh, dan transparan.
Ia mengingatkan bahwa keterangan seperti "otentik" atau "asli" tidak cukup, dan harus disertai rincian teknis.
"Harus dijelaskan misalnya kertas dari tahun berapa, tinta jenis apa, termasuk tinta untuk tanda tangan dan stempel. Lima jenis tinta dalam ijazah harus diuji," jelas Roy.
Ia juga menambahkan pentingnya penggunaan dokumen pembanding dari institusi netral agar hasil tidak dipertanyakan dari sisi politis.
Roy menilai hanya dengan pendekatan ilmiah dan netralitas, publik dapat menerima hasil pemeriksaan dengan lapang dada, tanpa menjadikan isu ini sebagai komoditas politik.
"Kalau semua prosedur dijalankan secara objektif dan terbuka, kita semua bisa tutup buku dan fokus ke isu yang lebih penting bagi bangsa," pungkasnya.*