JAKARTA- Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan sejumlah pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang baru disahkan, sering disalahpahami dan diberitakan secara tidak tepat.
Klarifikasi ini disampaikan di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (19/11/2025).
"Kami menyampaikan klarifikasi atas berita yang tidak pas namun beredar masif di media massa," ujar Habiburokhman.
Habiburokhman menegaskan, tudingan bahwa pasal 5 memungkinkan penyelidik melakukan penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan pada tahap penyelidikan adalah keliru.
Menurutnya, tindakan tersebut hanya berlaku pada tahap penyidikan, dengan syarat lebih ketat dibanding KUHAP lama.
Pasal 16 dan Teknik Investigasi Khusus
Pasal 16, yang mengatur metode undercover buying dan control delivery, disebut-sebut bisa digunakan untuk semua tindak pidana.
Habiburokhman meluruskan bahwa metode ini tetap terbatas untuk perkara khusus, seperti narkotika dan psikotropika, sebagaimana diatur dalam undang-undang khusus.
Pasal 105, 112a, 124, 132a: Izin Hakim
Tuduhan bahwa penggeledahan, penyitaan, penyadapan, dan pemblokiran dapat dilakukan tanpa izin hakim juga dibantah.
Menurutnya, pengaturan tetap memerlukan izin ketua pengadilan, dan dalam keadaan mendesak, persetujuan hakim harus diperoleh dalam 2x24 jam.
Keamanan Penyandang Disabilitas dan RJ
Habiburokhman menegaskan, pasal yang terkait penyandang disabilitas (Pasal 99, 137A, 146) tidak diskriminatif.
Bahkan, durasi penahanan lebih ringan, dan KUHAP baru justru menekankan tindakan rehabilitasi bagi pelaku yang tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sementara itu, mekanisme keadilan restoratif (RJ) diatur secara ketat untuk menghindari paksaan, intimidasi, atau tekanan.
Polri Sebagai Penyidik Utama
Terkait kritik bahwa KUHAP baru memberikan "super power" kepada Polri, Habiburokhman menegaskan pengaturan ini sudah sesuai UUD 1945, dengan asas diferensiasi fungsional: polisi sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut, hakim sebagai pengadil, dan advokat sebagai pembela.