BREAKING NEWS
Sabtu, 05 Juli 2025

Konflik Agraria Masyarakat Sihopuk dengan PT Hutan Barumun Perkasa Tak Kunjung Usai Sejak 1979

Dugaan Penyerobotan Lahan dan Kegagalan Negara Lindungi Rakyat
Ronald Harahap - Sabtu, 05 Juli 2025 17:31 WIB
283 view
Konflik Agraria Masyarakat Sihopuk dengan PT Hutan Barumun Perkasa Tak Kunjung Usai Sejak 1979
unjuk rasa masyarakat (foto: ronald harahap/bitv)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

PADANG LAWAS UTARA -Konflik agraria yang melibatkan masyarakat Desa Sihopuk Baru dan Sihopuk Lama dengan PT Hutan Barumun Perkasa (PT HBP) telah berlangsung selama hampir lima dekade, sejak tahun 1979 hingga kini.

Permasalahan ini bermula dari penyerahan lahan seluas 2.500 hektare oleh masyarakat kepada pemerintah untuk tujuan reboisasi, namun berkembang menjadi polemik serius menyangkut dugaan penyerobotan lahan produktif milik masyarakat oleh korporasi.

Pada 30 Maret 1979, masyarakat Desa Sihopuk Baru dan Sihopuk Lama menyerahkan tanah padang alang-alang seluas 2.500 hektare kepada pemerintah untuk program reboisasi.

Baca Juga:

Penyerahan ini secara tegas mengecualikan lahan persawahan produktif milik masyarakat yang telah ada sebelum tahun tersebut. Namun, dalam praktiknya, PT Hutan Barumun Perkasa diduga melakukan penguasaan lahan secara melampaui batas, termasuk terhadap sawah-sawah milik warga.

PT HBP memperoleh hak melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 320/Kpts-II/1998 yang memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI). Warga menuding izin tersebut mengabaikan fakta lapangan dan merampas hak masyarakat atas lahan pertanian yang tidak termasuk dalam areal hutan.

Baca Juga:

Temuan Tim Peneliti: 632 Hektare Lahan Milik Masyarakat Belum Diselesaikan

Tahun 2000–2001, pemerintah membentuk Tim Penelitian Tuntutan Masyarakat yang dipimpin Ir. Darlis Chaniago dan Selamat Purba. Hasil penelitian tersebut menghasilkan peta yang memisahkan secara jelas areal kerja PT HBP dengan lahan milik masyarakat.

Salah satu kesimpulan menyatakan bahwa seluas 632,88 hektare lahan hasil reboisasi ternyata merupakan milik masyarakat dan hingga kini belum diselesaikan oleh PT HBP baik melalui ganti rugi maupun mekanisme lainnya. Lebih jauh, masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proses penataan batas yang menjadi dasar keluarnya SK Menteri Kehutanan tersebut.

Penolakan Rakyat, Intimidasi, dan Gerakan Perlawanan

Masyarakat telah melakukan berbagai upaya, dari pendekatan persuasif hingga gerakan kolektif. Pada 1997–1998, mereka menanam bibit kelapa sawit di atas tanah milik sendiri yang disengketakan. Namun, tanaman-tanaman tersebut dicabut dan dihancurkan oleh pihak perusahaan. Gerakan kembali dilakukan pada tahun 2017 dan 2025, namun selalu berujung pada tindakan intimidatif dari perusahaan, termasuk pelibatan aparat kepolisian.

Pada 13 Mei 2025, masyarakat mencoba memanen hasil sawit di lahan mereka, namun kegiatan ini dibubarkan paksa oleh aparat. Bahkan, terjadi penyitaan buah sawit dan pelaporan warga ke polisi dengan sangkaan pencurian. Warga kini menghadapi proses hukum berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/167/V/2025/SPKT/POLRES TAPSEL/POLDA SUMUT.

Editor
: Justin Nova
Tags
beritaTerkait
JRMK Gelar Aksi di Balai Kota, Desak Bertemu Gubernur Pramono Anung Bahas Reforma Agraria Perkotaan
Ribuan Warga Tanjung Mulia Tolak Eksekusi, Jalan Alumunium I Diblokade
Pemkab Paluta Hadir di Tengah Sengketa Lahan PT Wonorejo Perdana, Siap Fasilitasi Penyelesaian Damai
Buntut Pembakaran Pos dan Rumah Karyawan PT SSL, Polisi Tetapkan 4 Tersangka
Konflik Lahan Memanas, Warga Muara Manompas Tuding PT SKL Serobot Kebun Sawit 200 Hektare
Sempat Adu Mulut, Sengketa Tanah 310 Ha di Polres Tanjab Barat Masuki Tahapan Berikutnya
komentar
beritaTerbaru