
TNI AL Gagalkan Penyelundupan 83 PMI Ilegal di Perairan Asahan
ASAHAN TNI Angkatan Laut (TNI AL) melalui Tim Fleet One Quick Response (F1QR) dari Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Tanjungbalai Asahan berh
Hukum dan KriminalOleh:Jaleswari Pramodhawardani
BELUM lekang dari ingatan publik pengesahan UU No 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), kini kita kembali disuguhkan wacana revisi UU yang sama yang menyimpan api dalam sekam. Pasal yang dimaksud ialah Pasal 30 UU ASN. Di sana disebutkan, presiden dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama, selain pejabat pimpinan tinggi madya, dan selain pejabat fungsional tertinggi kepada empat pihak.
Keempat pihak itu ialah menteri di kementerian, pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan sekretariat di lembaga negara dan lembaga nonstruktural, gubernur di provinsi, dan bupati/wali kota di kabupaten/kota.
Baca Juga:
SENTRALISASI KEWENANGAN
Dengan wacana revisi yang tengah disiapkan, kewenangan itu bakal berubah, yaitu ditarik ke tangan presiden. Inisiatif yang tergesa-gesa itu mengejutkan, langsung menyasar satu titik krusial, satu pasal: kewenangan mutasi untuk jabatan eselon I dan II yang berpindah tangan ke presiden. Sebuah langkah yang dengan dalih memperkuat meritokrasi dan membuka karier nasional bagi ASN berprestasi di daerah , yang justru berpotensi mengebiri otonomi daerah dan mengancam netralitas birokrasi.
Dalam lanskap politik dan birokrasi Indonesia, kita belajar dari sejarah bahwa kekuasaan dan pengetahuan sering kali berjalan beriringan, tetapi tak jarang pula bersitegang. Daniel Dhakidae, dalam magnum opus-nya, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, dengan tajam menganalisis bagaimana rezim Orde Baru membangun kekuasaan mereka melalui kontrol wacana dan relasi yang kompleks dengan kaum intelektual. Revisi UU ASN itu, dalam perspektif Dhakidae, bisa jadi merupakan babak baru dalam dinamika kekuasaan tersebut, dengan birokrasi, sebagai salah satu pilar negara, kembali ditarik lebih dekat ke orbit kekuasaan pusat.
Inti revisi itu ialah mengembalikan kewenangan pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan (mutasi) ASN eselon I dan II, yang sebelumnya sebagian didelegasikan ke pejabat pembina kepegawaian di daerah, ke tangan presiden. Langkah itu, yang diklaim bertujuan memberikan ruang karier yang lebih luas bagi ASN berprestasi di daerah, justru memunculkan pertanyaan mendasar: apakah itu benar-benar tentang meritokrasi ataukah sekadar upaya untuk memperkuat cengkeraman kekuasaan pusat terhadap birokrasi di seluruh negeri?
IMPLIKASI TERHADAP DEMOKRASI, MERITOKRASI, DAN ANTIKORUPSI
Implikasi sentralisasi kewenangan itu bisa sangat luas. Pertama, terhadap demokrasi. Semangat otonomi daerah yang diperjuangkan sejak era reformasi berpotensi terkikis secara mendasar. Kepala daerah, gubernur, bupati, dan wali kota, yang dipilih langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan umum, akan kehilangan sebagian kewenangan mereka yang signifikan dalam menentukan perangkat pemerintahan di wilayah mereka.
Kewenangan untuk mengangkat, memberhentikan, dan memindahkan pejabat eselon I dan II, yang mencakup posisi-posisi strategis seperti sekretaris daerah, kepala dinas, dan kepala biro di tingkat provinsi dan kabupaten/kota , akan ditarik ke pemerintah pusat, dalam hal ini presiden.
Itu bukan hanya sekadar persoalan efisiensi administrasi, melainkan juga sesuatu yang menyentuh akar representasi dan akuntabilitas kekuasaan di tingkat lokal. Otonomi daerah, yang merupakan amanat reformasi untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengelola urusan rumah tangga mereka sendiri, menjadi terancam karena kepala daerah akan kesulitan membentuk tim yang solid dan efektif jika harus bergantung pada keputusan pemerintah pusat untuk setiap pengangkatan dan pemindahan pejabat tinggi di wilayah mereka.
Hal itu berpotensi menciptakan kemandulan di tingkat daerah karena ketergantungan yang berlebihan pada keputusan pusat. Lebih jauh, sentralisasi itu bisa dianggap sebagai langkah mundur yang bertentangan dengan semangat UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang didesentralisasikan.
ASAHAN TNI Angkatan Laut (TNI AL) melalui Tim Fleet One Quick Response (F1QR) dari Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Tanjungbalai Asahan berh
Hukum dan KriminalJAKARTA Sebuah video yang menampilkan tokoh Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS), menyatakan dukungan terhadap Forum Purnaw
PolitikLANGKAT Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyerahkan secara simbolis kartu asuransi kerja dan kematian BPJS Ketenagakerjaan kepada
EkonomiPADANG PANJANG Bus ALS (Antar Lintas Sumatera) mengalami kecelakaan tunggal hingga terguling di dekat Terminal Bukit Surungan, Kota Padang
PeristiwaMEDAN Pemerintah Kota (Pemko) Medan bersikap tegas terhadap pelanggaran penggunaan trotoar oleh pengelola kafe Dara Kupi di Jalan Sei Batan
Hukum dan KriminalPEKANBARU Seorang wanita lanjut usia (lansia) berinisial TSL (62) ditangkap petugas di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, usai keda
Hukum dan KriminalJAKARTA Presiden Prabowo Subianto mengungkap alasan di balik rendahnya tingkat upah pekerja di Indonesia jika dibandingkan dengan negara te
EkonomiJAKARTA Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi buka suara usai kehadirannya dalam Sidang
PolitikDELISERDANG Insiden pelemparan batu kembali terjadi terhadap Kereta Api (KA) Bandara Kualanamu. Kali ini, kaca jendela rangkaian kereta pec
PeristiwaJAKARTA Presiden Prabowo Subianto menanggapi insiden keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara terbuka dalam sidang
Nasional