SEMARANG -Kepala Desa Ujung-ujung, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, dilaporkan ke pihak kepolisian atas dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam proses jual beli tanah milik warga.
Kasus ini kini dalam penyelidikan Unit III Satreskrim Polres Semarang yang telah memeriksa sedikitnya enam orang saksi.
Kasus ini bermula ketika Tri Setyorini, pemilik tanah seluas 1.030 meter persegi, hendak mengurus peralihan surat tanah dari blangko lama ke sertifikat resmi yang akan dijual dengan nilai transaksi sebesar Rp 300 juta.
Namun, proses tersebut mendadak menemui hambatan karena adanya permintaan dana dari kepala desa setempat.
Zaky Musafa, kerabat Tri Setyorini, menuturkan bahwa kepala desa meminta uang sebesar Rp 5 juta sebagai syarat untuk memberikan tanda tangan dan stempel yang diperlukan dalam proses jual beli.
Tidak hanya itu, pihak desa juga disebut meminta pengganti dana pemotongan pohon sebesar Rp 20 juta.
"Kalau tidak diberi, kepala desa tidak mau tanda tangan. Padahal, secara legal semua sudah sesuai dan tidak ada kendala di BPN," ungkap Zaky kepada awak media, Senin (12/5/2025).
Karena terdesak, Tri Setyorini mentransfer Rp 2,5 juta ke rekening pribadi atas nama Samroni, sementara Zaky turut membantu dengan mengirimkan tambahan Rp 1,5 juta.
Meskipun demikian, tekanan tersebut membuat pembeli tanah mengurungkan niat, menyebabkan kerugian secara moril maupun materiel bagi pihak penjual.
Keluarga Tri Setyorini akhirnya melaporkan dugaan pungli ini ke Polres Semarang.
Kasi Humas Polres Semarang, AKP Pri Handayani, membenarkan bahwa laporan sudah ditindaklanjuti dan sejumlah saksi telah diperiksa.
"Sudah berproses. Kami sedang mendalami keterlibatan pihak-pihak terkait," ujar AKP Pri Handayani.
Kasus ini menambah deretan laporan dugaan pungli oleh oknum aparat desa yang menyalahgunakan wewenang dalam proses administrasi lahan milik warga.*